Sebenarnya aku masih.. Aneh. Bukan dalam konotasi yang negatif. Selama ini aku menulis Zaq sebagai sebuah nama tokoh fiksi dalam cerita bikinanku. Nama itu bersanding dengan tokoh fiktif lainnya dan bukan namaku. Aku seperti membuat adegan, seperti memutar film di kepalaku dan aku adalah penonton sekaligus pencerita.
Aku sudah menulis tiga cerita 'Edisi Zaq'. Itu bukan cerita fiktif. Segalanya nyata dan terjadi. Ternyata sungguhan ada waktu dimana kami 'nyata' dan berada di satu frame cerita yang sama. Zaq yang muncul dari balik pintu dan tersenyum, seakan ia keluar dari buku-bukuku, tulisanku, juga sekumpulan puisi "Tuan Teduh"
Pada akhirnya, kami kembali setelah banyak hal. Mungkin ini terjadi karena ia tidak menyerah atas diriku. Tapi ia berkata, "kamu juga kenapa masih mau maafin aku?" Aku mengangkat bahu, tidak tahu. Aku memang pernah marah dan benci padanya, tapi aku tidak bisa menghapusnya dari hidupku. Apa ini karena diriku sembilan tahun lalu yang menulis hal-hal cringe? Apakah anak kecil itu mengutukku? :0
Mungkin kami kembali karena masing-masing dari kami tidak menyerah satu sama lain. Ia berusaha menepati janjinya untuk menjadi lebih baik untukku.
Oke mari lanjut untuk 'Edisi Zaq' karena masih banyak yang perlu ditulis :D
0 komentar:
Posting Komentar