Lamunan Sebelum Tidur

Aku melihat kucingku yang memakan tempat hampir setengah ukuran kasur. Wajah tidurnya terlihat damai. Setiap hari kesibukannya hanya makan, tidur, main, dan buang hajat. Ia hanya hidup dan ada. Walaupun tidak berguna, kenapa aku masih menyayanginya?

Aku mengamati kucingku yang berwajah mirip om-om. Soi imut dan bulunya lembut. Apakah hatiku luluh karena visualnya yang menggemaskan? Tapi kelakuannya mirip suku barbarian ketika lapar atau porsi makanannya kurang. Soi akan mencakar atau menggigit kakiku. Dalam hal ini, ia memberi luka pada kakiku. Ia menyakitiku. Aku masih sayang padanya.

Kadang Soi bertingkah licik. Ia sudah dapat jatah makan dari Ibu, tapi meminta makan padaku. Aku, karena tidak tahu bahwa Ibu sudah memberinya makan, akhirnya menaruh makanan pada mangkok Soi. Jika kami lupa menaruh jatah ikannya ke dalam kulkas dan meninggalkannya di atas meja, Soi akan melompat lalu memakannya. Ia licik, namun aku masih sayang padanya.

Bahkan jika Soi tidak imut lagi, aku yakin aku masih menyayanginya. Ini rasa sayang tanpa syarat. Kemudian, aku berpikir, jika kucingku bisa berbahasa manusia dan mengatakan isi hati atau pikirannya, apakah aku masih bisa menyayanginya?

Kemudian, aku berpikir lagi. Apakah konsep "mencintai" pada Soi bisa diterapkan pada semua makhluk hidup termasuk manusia? Menyayangi tanpa syarat, tanpa pertimbangan, tanpa perhitungan.

Mencintai manusia itu lebih rumit. Selalu ada banyak pertimbangan, perhitungan, perbandingan. Ada banyak tulisan yang berkata "aku mencintaimu dengan sederhana", tapi 'sederhana' apa yang dimaksud? Sesederhana apakah itu? Mungkin seperti tidak menuntut, membiarkan menjadi diri sendiri, atau hal-hal semacam itu. 

Bagaimana dengan cinta yang serius? Bagaimana dengan cinta versi orang dewasa?

Jika suatu pasangan memutuskan untuk menikah, pasti selalu ada banyak pertanyaan. Bagaimana dengan keluarganya, dari golongan terpandang atau biasa? Kerja apa? Seperti apa pendidikannya? Bagaimana agamanya? Berapa gajinya? Bagaimana pola hidupnya? Bagaimana penampilannya? 

Kita jatuh cinta dengan banyak pertimbangan.

Cinta milik orang dewasa tidak sederhana walaupun banyak tulisan yang bilang "aku mencintaimu dengan sederhana" karena pada akhirnya kita menjadi penuh pertimbangan. Kemudian, untuk apa semua pertimbangan itu? Agar tidak malu ketika berdiri ditengah masyarakat? Agar 'citra' kita tetap terjaga dengan baik?

Aku mulai memikirkan ini semua.

Aku ingin mencintai seseorang tanpa perlu memikirkan hal-hal rumit itu. Aku ingin jatuh cinta pada matanya, pada caranya berbicara dan tertawa, pada dirinya yang menjadikanku berani, pada obrolan-obrolan panjang tentang segala hal, pada caranya menggenggam tanganku. Aku tidak ingin peduli pada latar belakang keluarganya, sebanyak apa uang yang ia miliki, fisik yang ia punya, atau setinggi apa pendidikannya. 

Itu adalah cinta penuh idealisme yang akan dimatikan oleh dunia. Kemudian masyarakat akan menuding itu cinta yang tolol. Tapi siapakah mereka yang berhak mengatur dan mendikte soal ini? 

Kemudian, dunia berubah menjadi rimba yang dingin karena cinta lahir dari banyak pertimbangan, perhitungan, dan perbandingan.  

0 komentar:

Posting Komentar