Paginya, ketika aku bangun, rasanya semua percakapan dengan Emi adalah mimpi. Mimpi yang begitu panjang. Aku menatap plafon kamarku sambil menata satu persatu fragmen mimpi. Emi pasti sudah melewati lebih banyak hal ketimbang aku yang tidak pergi kemanapun ini hingga ia bisa mengatakan semua itu.

Aku melipat selimut dan merapikan kasur. Mau bagaimanapun, pagi tetap datang. Waktu terus bergulir. Hidup adalah soal belajar sepanjang masa. Emi berkali-kali berkata bahwa ini bukan perlombaan atau balap lari. Aku bisa pelan-pelan belajar dan menerima diri sendiri. Tapi bagaimana jika aku terlalu lambat dan tertinggal?

"Kamu bisa lari kalau memang itu worth it buat dikejar."

0 komentar:

Posting Komentar