Aku masih ingat kapan pertama kali aku menamatkan Solanin. Saat itu siang terasa terik dan sepi, aku duduk di koridor depan kelas sambil menyandarkan punggung di dinding. Jam kosong, tidak ada guru, dan dalam kelas riuh. Aku menutup lembar terakhir Solanin disini, kemudian meghela napas panjang. Saat itu, usiaku baru enam belas, kelas satu SMA. Aku muda dan tidak mengkhawatirkan apapun. Hari-hari adalah tentang tertawa bersama teman, belajar untuk ujian, dan terus menggambar. Kemudian, satu temanku menghampiriku yang masih memegang Solanin di tangan.
"Ayo ke kantin, yuk. Lihat, aku bawa mie sama telur."
Aku tidak habis pikir melihatnya tertawa lebar sambil memamerkan hal yang akan ia lakukan. Teman-teman yang lain ikut menghampiri dan sama herannya denganku.
"Oke, tunggu ya. Aku mau menaruh ini di kelas." Aku mengacungkan Solanin, kemudian beranjak. Aku menaruh Solanin di atas meja, lalu segera pergi keluar, "yuk, kantin."
Kami berjalan ke kantin sambil berbincang dan tertawa.
Solanin, buku itu, aku tinggalkan di belakang begitu saja. Aku saat enam belas tahun tidak mengerti Solanin.
****
"Selamat ulang tahun."
Satu pesan masuk ke dalam ponselku. Sekarang 11 Oktober 2023, pukul 00 lebih sedikit. Ah, usiaku semakin mendekati seperempat abad. Setelah bercakap ringan dengan pengirim pesan, aku mengetik pesan selamat tidur. Tapi nyatanya aku masih terjaga sampai pukul dua.
Aku beringsut dari kasur, menghampiri cermin yang ada di lemari. Aku memandang diriku sendiri. Aku sudah tumbuh besar, semakin bertambah usia, dan apa saja hal yang sudah berhasil aku raih? Apa saja yang sekarang menjadi tujuanku?
Sekarang aku mahasiswa akhir, mengerjakan tugas akhir, dan berpikir sebaiknya kemana aku akan melangkah setelah ini. Terkadang aku punya ketakutan dalam diriku akan rupa masa depan. Semakin aku memikirkannya, semakin aku merasa tersesat dan hilang. Apa orang-orang diluar sana juga mengalami hal yang sama?
Kadang aku merasa hilang, terombang-ambing dalam arus kehidupan, tanpa tahu sebenarnya apa yang ingin aku cari. Tahu-tahu, waktu berlalu sangat cepat, meninggalkanku yang seakan berhenti di tempat. Segalanya bergerak maju, Waktu, orang-orang, dunia. Aku merasa hanya aku yang terus tertinggal.
'Terkadang, merasa hilang itu perlu untuk menemukan dirimu.'
Apa suatu saat pada akhirnya aku bisa menemukan yang aku cari? Bagaimana aku bisa mencari sedangkan aku sendiri tidak tahu apa yang aku cari? Aku berpikir, berpikir, dan merasa belum siap jika ujung akhir pencarianku adalah menemukan pekerjaan, mapan, menikah, kemudian memiliki rumah tangga. Masa depan yang seperti itu, aku belum siap.
Aku menghampiri meja belajarku, duduk, dan memandangi semua kata-kata yang ada di meja. Aku punya orang-orang terdekat. Aku punya orang yang menemaniku. Masalahnya bukan terletak pada mereka atau tentang aku yang tidak bisa mempercayainya. Masalahnya ada pada diriku, perasaan "hilang" dan "tersesat" ini, juga perasaan mencari sesuatu.
Aku melihat Solanin di rak bukuku. Buku yang sama seperti yang aku baca dulu ketika aku enam belas tahun. Dulu aku tidak memahaminya dan menceritakan isi buku itu dengan mata berbinar. Sekarang, perasaan hilang yang ada dalam Solanin memenuhi diriku. Aku memahaminya sekarang.
Walaupun merasa hilang, kami, masih harus terus berjalan. Tanpa arah, tanpa petunjuk, kami terus berjalan untuk mencari. Suatu saat, kami pasti menemukannya. Bukan hal yang besar atau mewah, hanya hal yang membuat kami merasa hidup sepenuh-penuhnya hidup.
Satu yang aku tahu. Walaupun merasa hilang, teruslah berjalan, karena dengan cara itu, kamu bisa mencari sesuatu. Di tengah hutan tanda tanya tanpa cahaya, jika langkahmu tidak pernah berhenti, suatu saat kamu akan melihat sesuatu. Pendar cahaya kecil di kejauhan, seseorang dengan api unggun, mata bercahaya seekor hewan, atau apapun itu.
0 komentar:
Posting Komentar