Siang ini terlalu panas. Maka, itulah alasan aku dan kucingku, Soi, menggelepar di lantai kamar. Aku tiduran di depan kipas, di bawah kakiku, ada Soi yang sedang meregangkan badannya. Kakiku menyentuh badannya sedikit dan ia langsung menggigit pelan kakiku. Pelan dalam kamus Soi tetap meninggalkan rasa sakit yang tidak mendalam, hanya sakit, pada kakiku.
Soi, tolong kamu harus ingat kalau kamu sudah besar dan ukuranmu jumbo. Waktu kecil, Soi senang bermain-main denganku, menggigit pelan atau hanya mencakar yang main-main. Sekarang ia tidak berubah. Itulah masalahnya. Ia masih suka bermain, tapi ukuran tubuhnya membuat gigi dan cakarnya sangat sakit walaupun ia niatnya hanya main-main. Soi, dia tidak ingat dirinya jumbo.
Kalau ia telat dikasih makan atau makanannya kurang, Soi akan mengejar kaki siapapun yang melewatinya. Ia terlatih menjadi penerjang kaki yang handal. Normalnya, jika lapar, makhluk hidup akan lemas dan minim bergerak. Hal itu tidak berlaku ke Soi. Ia akan mengamuk, antara menyerang kaki atau ia akan naik kesana kemari sampai dikasih makan. Biasanya ia begitu tiap pagi. Pagi hari, dimana teror Soi dimulai di rumah ini.
Walaupun ia seram, seluruh anggota rumah memanjakannya, entah kenapa. Kekuatan keimutan seekor kucing memang tidak main-main. Maka, itu adalah penyebab Soi bisa melancarkan taktik-taktik licik dan menipu kami.
Misalnya begini. Pagi-pagi buta, Ibu memberinya makan agar teror Soi tidak terjadi. Kemudian Ibu berangkat kerja. Aku bangun part 2 pukul delapan, Soi sudah ada di atas kasurku untuk minta makan. Aku kira Soi belum makan pagi ini, makanya ia memalakku begitu aku bangun. Baik, aku kasih makan. Siang hari, ketika Ibu pulang dan menyiapkan makan siang, Soi memasang wajah memelas sambil melihat ke arah makanan. Ibu kira Soi terakhir makan pagi-pagi buta itu, maka, Soi dapat makan dari Ibu. LALU waktu Bapak makan, Soi duduk di sebelah Bapak sambil melihat piring Bapak. Bapak, tentu saja, berpikir Soi belum makan. Dan terjadi lah, Soi sudah makan 4x sampai siang ini.
Bapak menyaksikan kelicikan Soi, kemudian beliau berkata, "kucing kok ya kerjanya ngabisin makan, enggak kerja, cuma makan sama tidur."
Namun, Bapak tetap membagi makanannya dengan Soi. Sebenarnya, Soi licik dan difasilitasi dengan baik alias dimanjakan. Jadilah, ia menjadi kucing jumbo.
Kami menyayanginya dan sudah menganggap ia bagian dari keluarga kami. Walaupun ia seram dan suka menyerang kaki, tentu saja.
0 komentar:
Posting Komentar