Sudah lama tidak turun hujan, di kota ini, dimanapun. Aku memutar kursi menghadap jendela, melihat langit yang kosong. Aku merindukan hujan. Aku ingin hujan turun sekarang juga. Hari begitu panas sampai aku harus menggulung lengan baju. Jika hujan turun, satu masalah akan selesai.
Aku menutup mata, menarik napas, dan yang tercium hanya bau kota. Asap kendaraan, limbah, dan udara yang pengap mengisi rongga dadaku. Jika hujan turun, dua masalah akan selesai. Aku memutar-mutar pena di jemari kanan sambil berpikir apa yang akan aku lakukan jika hujan benar-benar turun seperti keinginanku.
Hal pertama yang akan aku lakukan adalah membuka jendela lebar-lebar. Dalam hati, aku akan berkata, "silakan masuk, silakan masuk." Pada hujan yang tentu akan membasahi lantaiku dengan tempiasnya. Aku akan meraup udara banyak-banyak, membersihkan sumpek yang sudah bersarang jauh di dalam diriku. Kemudian, segelas kopi hangat akan sangat menyenangkan! Atau aku akan bersembunyi di balik selimutku. Tidur paling menyenangkan adalah ketika hujan turun. Aku akan tidur tanpa mimpi buruk. Jika hujan turun, tiga masalah akan selesai.
Aku memutar kursiku lagi. Kali ini yang terbentang bukan lagi langit kosong, melainkan setumpuk pekerjaan yang harus diselesaikan. Aku menghela napas. Menjadi dewasa itu artinya harus bekerja. Setiap hari dihadapkan oleh macet jalanan, pekerjaan, jam makan siang yang panas, dan kaki yang pengap karena memakai sepatu sepanjang hari. Jika hujan turun dan badai datang, empat masalah akan selesai.
Tapi, sekeras apapun aku berharap, hujan tidak turun juga. Aku menghela napas, membiarkan suara tiktik jam dan mouse beradu di ruangan sempit ini. Berharap pada sesuatu itu tidak ada gunanya. Agaknya, di dunia ini, berharap pada sesuatu (apalagi manusia) dianggap sebagai kesalahan dan dosa besar. Orang-orang yang menjadi tempat berharap pun sebenarnya berharap untuk tidak diberi tanggungan harapan. Tapi, kan, aku berharap pada hujan dan hujan bukan manusia.
Semalam aku bermimpi hujan turun dan aku menjadi bagian dari paduan suara. Bernyanyi bersama puluhan orang lainnya di dalam tempat yang sempit, gelap, dan satu-satunya yang bisa kulihat adalah wajah orang yang berdiri di sebelahku. Kami bernyanyi dan di luar hujan. Karena itu mimpi, begitu aku bangun, aku tidak begitu mengerti. Mungkin begitulah mimpi, keberadaannya tidak perlu dimengerti.
Ah, aku melantur di sela-sela pekerjaanku. Pikiranku kemana-mana, mungkin karena hari begitu panas dan otakku tanpa sengaja mendidih kemudian menciptakan delusi atau racauan yang barusan aku katakan. Semua ini akan selesai jika hujan turun, lima masalah akan selesai.
Aku meraih gelas yang hampir kosong, meneguk sisa isinya sampai habis, lalu meletakkannya lagi di tempatnya semula. Daritadi aku terus meracau. Aku melimpahkan segala masalahku dan berharap pihak lain menyelesaikannya, hujan. Ini tidak benar. Walaupun tidak benar dan menyadarinya, aku pun tidak kunjung berhenti. Aneh. Terkadang manusia itu aneh. Sudah sadar tapi tidak tahu caranya berhenti. Ketidaktahuan tanpa ujung ini akan berakhir jika aku tidak memikirkannya, jika aku tidur pulas tanpa terbangun ditengah-tengah, dan itu terjadi jika hujan turun.
Jika hujan turun, entah sudah berapa banyak hal akan terselesaikan.
0 komentar:
Posting Komentar