Di Atas Sana

Hari ini panas, tapi aku menjumpaimu dengan angin yang menyibak rambut di balik topiku. Topiku hampir terbang dan aku merapatkan tanganku di atas topi, mencegahnya meninggalkanku. Terik matahari samar-samar membuat mataku terpicing, silau, tapi aku tetap menengadah melihatmu.

Di suatu hari yang biasa saja di tahun 2015 atau 2016, aku mendengarmu bernyanyi dan ingin mendengarnya langsung dengan telinga, mata, dan ragaku ada di hadapanmu. Tapi itu kesia-siaan, keinginan yang akhirnya meredup lalu mati. Kemudian, hari itu adalah hari ini. Hari yang biasa saja tahun 2015 atau 2016 itu kini datang pada hari ini.

Sekelilingku sekarang ramai. Ada banyak orang berlalu-lalang, juga kendaraan, dan segala suara yang timbul diredam sepenuhnya. Olehmu. Aku masih berdiri, disibak angin, disinari oleh matahari, melihatmu di atas sana. Bernyanyi. Aku tidak tahu apa yang kurasakan. Mungkin aku tidak merasakan apa-apa. Mungkin aku terlalu banyak merasakan perasaan campur aduk hingga aku tidak yakin kemudian seenaknya menyimpulkan aku tidak merasakan apa-apa. Apapun itu, aku tidak tahu. Berdiri ditengah ketidaktahuan, aku tetap memandangmu.

Musik yang keluar adalah bahasa yang aku pahami. Aku tahu, aku mengerti. Tapi walaupun mengerti, aku tidak memberi jawaban apa-apa. Aku tidak bernyanyi, juga tidak mengetuk kaki, aku hanya berdiri. Di atas sana, tempat dimana seseorang itu bernyanyi, aku melihatmu. 

Aku melihat Amy, aku melihat Elma, aku melihat sepasang kelinci, dan aku melihat kata "selamat tinggal". Kita tidak lagi terperangkap masa lalu.

Di atas sana, aku melihatmu. Diantara tarikan napasmu dan lagu yang hampir berakhir, aku melihatmu akhirnya menemukan kedamaianmu sendiri. 


0 komentar:

Posting Komentar