Hujan Pagi Hari

Aku suka hujan dipagi hari. Tidak, bukan karena aku bisa menjadikannya alasan untuk datang terlambat ke kelas, walaupun itu juga merupakan nilai plus dari hujan pagi hari. Tentu saja bukan pula alasan aku bisa berdiam lebih lama di dalam selimut karena gigil dingin sempurna membuat perutku mules. Aku suka rasa damai yang diciptakannya.

Bukan jenis hujan deras berpetir serta berangin kencang yang sanggup memiringkan dahan pohon mangga di halaman samping rumahku atau memuluskan rencana kabur kura-kuraku dari gentong karena luapan air. Hanya hujan kecil, rintik serupa gerimis, tidak menghujam, hanya lebih lembut dari deras. Kau paham maksudku? 

Saat hujan pagi kemarin, aku mengintip dari jendela. Setelah yakin hujan akan bertahan agak lama pagi ini, aku melonjak riang. Rasa senang yang sederhana. Aku memutuskan untuk bersiap lebih cepat dan mengambil payung hitamku. Sepertinya akan menyenangkan jika menghabiskan pagi dengan berjalan-jalan lengkap dengan lagu-lagu dalam playlist-ku. Aku akan menikmati hari ini.

Udara pagi yang sejuk menyeruak begitu aku keluar. Genang air dimana-mana, namun aku memutuskan untuk melangkah saja. Suara kecipak air mengikuti langkahku yang berdiri di bawah payung hitam. Aku menyukai suara-suara ini. Kecipak air, teletik air yang jatuh di sekelilingku, kodok pungpung, lagu, dan hening dalam kepalaku yang tidak memikirkan apapun kecuali semua suasana saat ini.

Dulu, saat masih SD, saat hujan pagi hari, Bapak akan mengantarku berangkat sekolah. Beliau akan mengenakan jas hujan besar dan lebar, seperti mampu menghilangkan tubuhnya dan muncul seperti trik sulap di televisi. Aku akan duduk di boncengan motor, menutupi diriku dengan jas hujan Bapak, sambil mendekap erat tas sekolahku. 

Pemandangan yang bisa kulihat adalah jalanan yang kami lewati, genangan, sesekali roda kendaraan atau kaki-kaki orang. Aku tertutup sempurna oleh jas hujan ini, pandanganku terhalang, satu-satunya celah tempat mataku bisa menangkap dunia luar adalah jika saat aku menunduk dan melihat ke bawah. Rasanya cukup menyenangkan, aku selalu menebak-nebak sudah sampai mana perjalanan ini, tempat apa yang barusan kami lewati, dan berapa lama lagi kami akan sampai. 

Saat sudah sampai di sekolah, Bapak akan membentangkan payung untukku, mengantarku, dan memastikan aku sampai di kelas tanpa basah kuyup. Hanya sedikit basah. Bapak akan menarik resleting jaketku ke atas, mengatakan padaku agar aku memakai jaket dengan benar, lalu Bapak pulang untuk bersiap berangkat kerja.

Ah, kenangan masa kecil seperti berkelebatan pada genang air yang aku lewati. Aku menarik napas panjang, bersamaan dengan itu, ada perasaan hangat yang menyusup masuk ke dalam hatiku. 

Di bawah payung hitam ini, ada seseorang yang berjalan sendirian, membelah jalanan yang ramai suara teletik, dan sesekali ikut bersenandung mengikuti lagu. 

0 komentar:

Posting Komentar