Keadaanku.

Oke, mari berbicara mengenai keadaanku, setelah berminggu-minggu menghilang dari ranah sosial media dan tentu saja, sosial. Kehidupan bermasyarakat.
Aku sempat menonaktifkan media sosial termasuk Whatsapp. Semua pekerjaanku ku tinggal begitu saja, termasuk progress lomba animasi saat itu. Aku bahkan memblokir semua panggilan yang masuk ke nomorku. Aku tahu banyak sekali orang-orang mencariku, namun, sebanyak mereka mencoba menghubungiku, justru aku semakin merasa tertekan dan ingin rasanya menarik diriku lebih jauh lagi. 

Aku tidak tahu pasti apa yang sedang terjadi kepadaku. 

Aku berdiam di rumah untuk jangka waktu yang lama. Yang bisa benar-benar menjangkauku saat itu adalah keluargaku, namun, aku tidak mengatakan pada mereka bahwa sesuatu telah terjadi kepadaku. Alasannya jelas, memangnya apa yang sudah terjadi? Aku kesulitan menjawab pertanyaan itu untuk diriku sendiri.

Sepertinya, karena terlalu banyak kejadian ini-itu, saling tumpang tindih, membuatku bingung sebenarnya perihal mana yang benar-benar menarikku jauh mengurung diri rapat-rapat.

Yang jelas, membuka sosial media saat itu hanya membuatku ingin menghilang saja. Rasanya berat sekali. Aku menghindari banyak orang. Sepertinya, alasan tentang "masalah menyangkut media sosial" ini adalah yang paling besar menarikku mengurung diri dan memutuskan melenyapkan saja beberapanya. 

Aku setiap harinya merasa berat. Anehnya, walaupun banyak kejadian ini-itu, aku tidak pernah berpikiran untuk mati. Aku sempat menanyakan pertanyaan itu untuk diriku sendiri juga. Kenapa aku tidak punya pemikiran untuk mati? Kenapa aku masih memutuskan untuk hidup tanpa pemikiran itu, sedangkan aku sendiri, jauh di dalam sini, sudah mati?

Aku hidup, tapi, sesuatu dalam diriku mati. Aku bangun tidur, makan, beraktifitas, makan, kembali tidur. Tidak ada letupan semangat dalam diriku, tidak ada keinginan apapun. 

Aku melewati hari-hari begitu saja. Mengabaikan pekerjaan, lomba, aku bahkan melewatkan kuliah selama seminggu. Aku baru masuk ke perkuliahan ketika minggu kedua. Itu pun rasanya berat sekali harus kembali meng-aktifkan Whatsapp. 

Meng-aktifkan kembali Whatsapp, aku kembali melanjutkan progress lomba animasi yang deadline-nya sudah mepet sekali. Aku meminta maaf pada teman-teman tim. Aku pikir, mereka akan marah dan menggantiku dengan orang lain. Kenyataannya, aku masih diterima dengan baik oleh mereka. Aku sangat berterimakasih atas itu. Aku ingat, aku kembali muncul di grup ketika malam hari, aku duduk sendirian di ruang tamu, lalu menangis. 

Akhir September, mendekati awal Oktober, aku membuat keputusan yang sangat mendadak. Aku harus pergi ke Solo. Apapun yang terjadi, aku harus secepatnya pergi ke Solo.

Di pikiranku hanya itu. Aku merasa bisa menemukan sesuatu disini. Walaupun asrama masih tergolong sepi, teman-temanku hanya sedikit yang kembali, dan aku yakin aku pasti lebih banyak menghabiskan waktu di kamar, aku tetap ingin pergi ke Solo. Aku merasa, aku tidak boleh terus-terusan seperti ini, terjebak di keadaan yang bernapas saja rasanya susah. Aku harus melakukan sesuatu. Aku harus bertindak untuk menyelamatkan diriku sendiri.

Aku melakukan final lomba animasi di Solo, tanggal 5 Oktober lalu. Hasilnya, timku menang juara tiga untuk film animasi dan juara tiga untuk lomba posternya. Kami mendapat dua kemenangan untuk lomba nasional ini. Setelah semua rasa berat di hatiku itu, setelah aku melawan diriku sendiri untuk berani kembali meng-aktifkan Whatsapp, mengejar ketertinggalan progress untuk lomba, akhirnya semuanya terbayar.

Ini adalah keajaiban bagiku. Tentu saja, keajaiban ini tidak akan terjadi tanpa orang-orang yang mendukungku. Walaupun aku suka sekali menghilang, mengurung diri, menolak bersosialisasi, ada beberapa orang yang tetap gigih menjangkauku. Mereka tetap mencoba meraihku, menarikku keluar dari kurungan, dan memberikan perlakuan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Mereka itu tidak banyak dan hanya bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Tentu, mereka ini orang-orang selain keluargaku. 

Sayangnya, ketenangan hatiku hanya sebentar. Aku justru mengalami panic attack luar biasa, yang paling parah, di tanggal-tanggal sekitar hari ulang tahunku.

Saat itu siang hari. Aku tidak bisa menulis kejadiannya disini karena aku tidak mau ini muncul di publik. Aku ingat aku langsung jatuh terduduk di lantai, berpegangan pada kasur, sambil mencoba menarik napas satu demi satu. Dadaku sesak, aku kesulitan bernapas, jantungku berdegup terlalu cepat, dan segalanya tampak buram. 

Pikiranku tidak karuan. Tanganku gemetar dan rasanya lemas sekali. Dengan sisa kekuatan, aku meraih laptop, memutuskan menghapus beberapa akun sosial mediaku, menonaktifkannya, kembali mengurung diri. Lebih parah dari sebelumnya. Aku bahkan menutup semua jendela, juga jendela kecil di atas pintu kamar. 

Aku menelepon seseorang. Jika ia tidak ada, aku tidak tahu aku akan menjadi apa nantinya. Selama itu, aku berbicara sambil menangis, sesekali tersendat-sendat. Kalimatku tidak beraturan, aku hanya tumpah begitu saja. 

Kemudian, aku hidup tanpa sosial media selama beberapa saat, sampai keadaanku pulih.

Lalu, aku memutuskan untuk kembali menulis. Menulis apa saja. Apapun, aku tidak peduli. Aku ingin menulis, aku ingin pergi, aku ingin menulis, aku ingin pergi jauh, jauh sekali. Lalu, ketika aku kembali menulis, dengan hal-hal yang hidup di kepalaku, aku merasa sedikit-sedikit hidup.

Kenapa aku bisa-bisanya melupakan perasaan bebas ketika menulis? Kenapa aku bisa-bisanya melupakan fakta bahwa aku bisa menjadi diri sendiri sejujur-jujurnya dalam tulisanku? 

Kemudian, disini lah aku. Mencoba menyelamatkan diri sendiri dengan menulis. Lagi. 

Aku pun kembali sedikit demi sedikit menjangkau kehidupan sosial lagi. Sungguh, aku ingin kehidupanku kembali berjalan dengan normal. Aku ingin tidak merasakan panic attack mendadak, atau ketakutan-ketakutan itu, atau segala hal yang membayangiku terus-terusan, hingga menjadi sosok hitam mengerikan yang menghantuiku selama aku masih bernapas. 

Sekarang? Aku jauh lebih baik. Aku mendadak tertarik mendekorasi kamar, aku banyak menaruh makanan di kamar, merawat diri, beberapa kali belanja atau pergi kemana seorang diri. 

(Ngomong-ngomong, aku menulis karena murni untuk diriku. Diam saja sana, untuk orang-orang yang memiliki pikiran bahwa aku mencari perhatian atau belas kasihan. Pun jika aku memang mencari perhatian, seharusnya aku lakukan di lapak lain dengan follower yang lebih besar, bukan blog nyaris mati ini.)

0 komentar:

Posting Komentar