Soi

 Kira-kira sebulan yang lalu, di suatu pagi yang biasa saja, Bapak mendadak membuyarkan aktivitas gulung-gulungku di kasur. Aku tidak ingin beranjak, namun, sepertinya itu bukan sebuah panggilan yang bisa didiamkan begitu saja. Baiklah. Aku menyingkap selimut, melepas earphone, dan memantapkan niat untuk berjalan ke arah dapur. 

"Jid, kucing tuh."

Aku mendapati Bapak sedang memamerkan deretan giginya sambil tertawa kecil. Aku memang mendengar suara kucing, samar, namun aku tidak melihat ada tanda-tanda kucing.

"Kucing? Mana?" Aku celingukan sambil berjalan mendekati Bapak. 

Hari ini hari Minggu, ada mamang tukang yang melakukan renovasi kamar mandi sedang berjalan hilir-mudik di garasi rumah. Itu artinya, aku tidak bisa bebas berkeliaran di rumah hanya dengan memakai kolor pendek. Tidak masalah, celana training panjang pun masih bisa digulung hingga lutut, kan? 

"Itu kucingnya lagi ganggu pak tukang. Ambil sana, daripada ikutan dipalu." Bapak menunjuk ke arah garasi. Aku mengikuti arah telunjuknya dan melihat seekor kucing sedang mengikuti langkah kaki mamang tukang. Kucing yang kurus dan kecil.

Sebelum aku bertanya darimana datangnya kucing abu-abu kurus ini, Ibu sudah dulu menjelaskan, "Kucingnya ngikutin Bapak waktu jalan-jalan tadi. Yaudah akhirnya dinaikin ke vespa lalu dibawa pulang."

Tumben.

Dulu, Bapak tidak terlalu suka kucing. Ketika aku masih kecil, jika Bapak melihatku sedang mengelus kucing, beliau pasti langsung memintaku untuk menyudahinya dan langsung cuci tangan pakai sabun. Karena aku adalah anak yang lumayan keras kepala, aku tetap memelihara kucing dan karena Bapak termasuk galak, maka aku kadang dimarahi perihal masalah perkucingan. Namun, lambat laun, sepertinya Bapak mulai menyukai kucing. Beliau tidak lagi mengusir kucing dengan barbar, melainkan memanggilnya dan menyuruhnya keluar dengan santai. Beliau mulai mau mengelus kucing, yang awalnya hanya mengelus dengan kaki, perlahan mulai mengelus menggunakan tangan. Hey, bukankah ini adalah perubahan yang bagus? Perubahan yang ada karena sikap keras kepalaku untuk memelihara kucing.

"Eh? Tumben Bapak mau bawa kucing?" Aku berjalan menghampiri anak kucing kurus yang sekarang bersembunyi di bawah kursi itu. Aku meraihnya dan menggendongnya. Kecil sekali.

"Kasian. Kasih makan ya, Jid." Setelah berkata seperti itu, Bapak melengang pergi menghampiri para mamang tukang yang sibuk mengangkat semen. 

Aku mengangguk sambil duduk di kursi dekat dapur. Aku mengamati anak kucing yang sekarang ada di pangkuanku. Ada gelang yang mengalungi lehernya. Kalau kucing ini memang dikalungi, kenapa keadaannya kurus dan kotor sekali? Aku mengelus kepalanya sambil mengamati betapa banyak kutu yang hidup di badannya.

Anak kucing itu duduk meringkuk di pangkuanku. Ketika aku memindahkannya sebentar karena aku mau mengambil gunting untuk memotong kalung tidak berguna itu, ia kembali duduk di pangkuanku begitu aku kembali. Sepertinya kucing ini akan sangat menempel padaku.

Selagi aku memotong kalung itu, kucing abu-abu kecil itu sama sekali tidak berisik. Ia tenang sekali seakan tahu bahwa sekarang ia berada di tempat yang aman dan tidak perlu lagi merasa khawatir. 

"Oke, jadi namamu Soi."

Soi tidak merespon apa-apa, hanya kembali meringkuk di pangkuanku. 

Aku memberinya makan, membersihkan badannya dengan cara membasuhnya menggunakan handuk dan air hangat, membersihkan belek kering di sekitar kelopak matanya, dan membiarkan ia tidur ditemani hangat sinar matahari pagi. Selama aku membersihkannya, ia sangat tenang di pangkuanku, ia hanya membiarkan aku melakukan semuanya tanpa ada aksi protes.

Soi makan dengan baik dan beradaptasi cukup cepat. Ia sangat penurut dan tidak banyak rewel seperti terlalu banyak mengeong. Ketika aku menyediakan litter box untuknya, dia segera paham dan menggunakannya dengan baik. Aku kagum dengan bagaimana ia bertingkah sebagai kucing.

Soi sangat menempel padaku. Ia suka sekali mencariku jika aku tidak terlihat oleh matanya. Ketika aku mengerjakan tugas, ia menghampiriku dan tidur di pangkuan. Soi menemaniku. Ketika aku sakit dan hanya menghabiskan waktu berbaring di kasur, Soi akan ikut tidur di dalam selimut. Hari-hariku menjadi lebih menyenangkan dengan datangnya kucing abu-abu ini.

Kucing yang dulunya kurus dan kecil, sekarang sudah tumbuh dengan baik. Warna bulunya berubah menjadi lebih terang, namun itu bukan masalah. Soi sangat aktif dan sepertinya selalu bahagia ketika berhasil mengalihkan fokusku dari laptop. Padahal hanya kucing, namun aku merasa Soi bisa mengerti aku. Ketika aku sedih, ia hanya akan diam menemani tanpa banyak tingkah seperti biasanya. 

Semua orang di rumah juga menerima Soi dengan baik, termasuk Bapakku yang dulunya terkesan anti kucing. Suatu waktu, ketika malam hari dan aku terbangun karena haus, aku mendapati Bapak yang lari-larian dari garasi ke dapur, dan sebaliknya. 

Bapak tertawa dan aku melihat Soi yang mengejar Bapakku. Apakah ini bisa dibilang mereka sedang bermain kejar-kejaran?

"Tumben Bapak main sama Soi." Aku berkomentar sambil mengucek mata dan menguap. Mengantuk.

Melihatku yang tiba-tiba muncul sambil berkomentar dengan wajah mengantuk, Bapak mendadak berhenti berlari. Beliau berdehem dan berkata, "Enggak, Bapak lagi olahraga sebelum tidur."

Bapakku.. memang tsundere.

1 komentar: