Andromeda


Halo. Sudah lama aku tidak menulis, lebih tepatnya sudah lama aku tidak memposting di blog. Terakhir kali aku menulis, aku hanya membikin lima puisi untuk sebuah challenge yang diadakan tiap awal bulan. Rasanya ada begitu banyak yang ingin aku ceritakan. Mungkin aku akan perlahan menuliskannya.
                
Kemarin, aku mengikuti lomba poster bersama dua kawanku. Nama tim kami adalah Andromeda DKVengers. Sebuah nama yang tiap kali aku mengejanya, aku merasa seperti sedang menjelajah alam semesta tanpa pakaian astronot. Sebuah nama yang tiap kali aku mengingatnya, akan mengingatkanku pada malam-malam ketika aku melewati jalanan “kawah bulan” di dekat asrama.
                
Sejujurnya, ini kali pertama aku mengikuti lomba poster. Selama ini aku hanya sibuk berkutat dengan aksara dan berlomba di bidang itu. Selain itu, aku selalu kurang percaya diri untuk mengikutkan gambarku dalam sebuah perlombaan. Namun, kali ini, berkat dorongan dosen kami, akhirnya aku ikut lomba poster.
                
Lomba ini bertemakan ‘Kesetaraan Gender’. Tema yang membikin aku memutar otak berkali-kali karena pada awalnya begitu banyak gambaran-gambaran umum yang ada di kepalaku. Aku tidak ingin sesuatu yang umum, itulah pikirku saat itu. Saat itu aku berpikir, buat apa memaparkan hal-hal yang sudah biasa dipikirkan orang lain. Toh kalau orang lain sudah bisa memikirkannya, buat apa kami menyajikan hal yang sudah diketahui orang-orang umum? Barangkali saat itu aku terlalu idealis, terlalu memakan banyak waktu untuk berpikir. Hingga hari H konsultasi dengan pak dosen, aku belum menemukan ide apapun. Disaat kelompok lain sudah merancang sketsa, kelompok kami masih berkutat dengan ide yang mampet di kepala.
                
Namun, beberapa jam sebelum konsultasi dimulai, ada sebuah ide yang mendadak muncul di kepalaku. Saat itu aku sedang mendengarkan lagu-lagu Joji di depan gedung lima. Ada banyak orang disana, namun aku merasa hanya aku dan lagu ini yang hidup. Di sela-sela kesendirian dalam keramaian milikku, ide itu datang.
                
Harus ku akui, ide pertama yang datang agak susah untuk direalisasikan. Pasalnya, ide itu merupakan karya fotografi, sedangkan kelompok kami tidak memiliki dasar mengenai bidang itu. Siapapun bisa memotret, tapi tidak banyak yang bisa memberi ‘nuansa’ pada sebuah foto. Idenya seperti ini: latar hitam, ada seorang perempuan yang sedang terduduk sambil mencekik lehernya sendiri dengan sebelah tangan tengadah ke atas. Di belakang perempuan itu ada seorang laki-laki yang ikut memegang leher si perempuan. Di sekeliling perempuan itu, ada minimal dua perempuan yang ambruk.
                
Ketika aku menyodorkan ide itu saat konsultasi dengan pak dosen, ide itu secara tidak langsung ditolak. Pak dosen memberikan dua ide kepada kelompok kami. Tentu saja, aku menolak ide dari pak dosen. Tim Andromeda DKVengers menolak dua ide dari pak dosen.
                
Aku harus mengakuinya, saat itu aku terlihat egois. Aku masih tetap pada pendirianku menggunakan ide milikku. Kami bertiga mencari jalan lain namun tetap menggunakan konsep ide seperti awal. Akhirnya, kami memilih menggunakan gambar ilustrasi ketimbang fotografi.
                
Temanku, Difa, punya tugas untuk membikin sketsa awal di kertas. Kemudian, aku membikin line art dan coloring digital. Bagianku memakan waktu yang relatif lama karena aku menggambar digital hanya bermodal touchpad laptop. Aku harus rela menghabiskan banyak waktu di depan laptop, merelakan kesehatan mataku yang rentan terhadap radiasi. Deadline sudah di depan mata dan aku ingin sebuah karya yang betul-betul maksimal. Untuk sentuhan akhir, Ade, memiliki tugas untuk menulis latin di poster. Tulisan itu murni ditulis langsung oleh Ade, bukan bagian dari font download-an.
                
Aku meng-upload poster di instagram sehari sebelum deadline. Aku membikin deskripsi karya malam-malam, lampu kamar sudah dimatikan dan aku tidak ingin kawan sekamarku terganggu karena terang lampu. Dekripsi karya itulah yang benar-benar ingin aku tunjukkan kepada orang-orang. Aku ingin orang-orang tahu.
                
Aku baru mengirim semua persyaratan lomba pukul sebelas malam, sejam sebelum deadline. Aku tahu aku hidup seperti larry. Sebelum benar-benar mengirimkannya, aku mengucap ‘bismillah’ berkali-kali yang paling dalam.
                
Aku sendiri tidak tahu kapan tanggal pengumuman lolos ke final. Sore itu, tiba-tiba Difa—teman sekamarku—berteriak dari WC. Dia memintaku untuk cepat membuka grup angkatan. Ketika aku membukanya, ada pengumuman dari pak dosen bahwa Andromeda DKVengers lolos ke final.
                
Andromeda DKVengers lolos ke final.
                
Aku tidak pernah memimpikan akan lolos ke final. Mendapat rezeki yang sungguh tidak aku duga, aku langsung berteriak dan lompat-lompat. Sebuah tingkah yang kata bapak lebih mirip seperti anak TK ketimbang anak kuliahan.
                
Aku tidak pernah menyangkanya. Karena kami telah menolak dua ide dari pak dosen, kami terlalu sederhana, peralatan kami bukan apa-apa ketimbang orang-orang di luar sana. Apalagi aku hanya menggambar menggunakan touchpad. Dengan ini, aku bisa membuktikan kepada orang-orang, bahwa walaupun dalam keterbatasan, kita harus memanfaatkannya hingga semaksimal mungkin.
                
Aku bangga pada diriku, aku bangga pada teman-temanku, aku bangga pada Andromeda DKVengers. Inilah karya kolaborasi pertama milik kami.

0 komentar:

Posting Komentar