Setelah
obrolan malam itu, Rul, kupikir aku akan menaklukkan hatiku sendiri pada hatimu
yang telah bersedia meringankan mules perutku karena masalah milikku.
Sayangnya, Rul, ketika mataku terpenjam lantas terbuka lagi pada esok hari, aku
kembali merasakannya.
Aku terlalu
lemah.
Aku
terlalu berlagak kuat hingga aku tidak paham lagi apa itu arti dari kuat. Bahkan
definisinya saja sudah menguap, digantikan artian palsu yang kukarang-karang
sendiri.
Aku tidak
tahu lagi. Yang mana tempatku yang siapa memihakku, Rul. Aku seperti satu unit
yang terlempar dari sebuah sistem. Aku tak kunjung membesar, malah semakin
kerdil. Terpencil. Lalu kenapa kadang sistem memanggilku, lalu mengusirku
kembali?
Kau menjawab
pertanyaan milikku yang bahkan aku kesulitan untuk menyampaikannya padamu atau
pada lainnya entah siapa. Ada banyak titik terang bermunculan. Tentu, dalam
segi ini, kau sudah berhasil menjadi mahasiswa jurusan psikologi yang hebat.
Seperti
petuah milikmu yang kau limpahkan padaku. Agaknya, petuah itu untuk diri kau
juga. Jadilah seorang pemberani, Rul. Jangan terlalu lama menunduk. Angkat
kepala kau. Ada banyak hal yang bisa kau temukan atau apa-apa saja yang sanggup
membius diri kau.
Duniamu
tidak sebatas pikiran kau.
****
Rul,
harusnya kau tahu kalau aku ini manusia tanpa kekuatan super. Makannya, aku
bisa cemburu padanya, pada mereka, pada kau, pada siapa?
Mungkin,
Rul, aku seharusnya tidak usah ada saja dalam lingkup sistem mereka. Aku ini
pengacau, sepertinya? Lihat, jika aku terlempar, sistem itu sempurna sekali. Tapi
aku kelewat egois hingga akhirnya memutuskan untuk menetap. Hei, Rul,pukul
wajahku! Agar aku tersadar.
Hei,
Rul, pukul wajahku! Sekalian saja ia terlempar terkapar tanpa kabar pada sisi
jalanan. Tak tahu diri.
Rul,
kisah cinta yang kau kisahkan kemarin malam itu sebenarnya tragis. Aku tak bisa
memahami lengkung bibirmu itu. Bagaimana sanggup kau tertawa? Agaknya, kisah
cintamu lebih aduhai atau lebih puitis dari itu. Tapi, sejak kapan kau puitis
dengan gitar dan game?
Rul,
kisah cinta yang kau kisahkan semalam itu, bukankah milikku yang berusaha kau
tanyakan kebenarannya? Bukankah, pernah menjadi milik kita?
*****
Rul perempuan. Aku berusaha
menulis sudut pandang orang pertama laki-laki.
Kalo bisa disebut prosa, ini
prosa. Prosa terpanjang yang pernah kubuat. Terinspirasi dari pembicaraan
semalam suntuk dengan temanku—jurusan psikologi murni—yang menjelaskan tentang extrovert,
introvert, teman perempuan, bahkan masa kecil penuh liku-liku. Terima kasih. Kamu membuatku yang tiduran, menjadi duduk karena antusias dengan topik
pembicaraan.
0 komentar:
Posting Komentar