Tidak ada yang pernah tau. Karena bahkan dirinya, hanya diam seperti bisu. Yang berbicara memang banyak, tapi yang berisi tidak lebih dari satu jengkal. Yang diam banyak, tapi diamnya tak pernah benar-benar pergi. Sekalinya pergi, tidak ada yang mau mendengar.
Tidak ada yang pernah tau. Tentang senja di kaki bukit yang semburat oranye nya tergores sempurna. Orang-orang itu, yang sepatunya mengkilat beradu dijalanan, hanya fokus pada satu titik di depannya. Padahal jika mendongak sedikit saja, senja menenangkannya. Dari beban yang menyangkut hidup.
Tidak ada yang pernah tau. Bahwa tiap detik selalu saja ada orang-orang yang bersedih. Tapi tangisnya seolah menguasai. Berpikir bahwa ia adalah satu-satunya yang bersedih. Semesta tak pernah sejahat itu. Bahkan untuknya, yang sedang meringkuk menahan deru suara hatinya.
Tidak ada yang pernah tau. Saat ini, ada satu hati yang sedang berjuang melawan hal dari luar yang menerjang masuk. Ketukan pertama, kedua, ketiga, terasa lembut seperi angin sore hari. Ketukan keempat apalagi, semakin sulit untuk tidak dihiraukan. Yang kelima, pintu sudah terbuka. Namun yang mengetuk sudah angkat kaki karena terlalu lama menunggu.
Tidak ada yang pernah tau. Bahwa aku menulis bukan untuk menjungkir balikkan dunia. Bukan pula untuk mencari tenar di atas selembar daun. Aku menulis karena tidak ada yang pernah tau.
0 komentar:
Posting Komentar