Menang Atau Kalah?

      Aku menelungkupkan kepala diatas meja. Enggan menanggapi lawakan terakhir dari Didit. Rosa masih sibuk tertawa-tawa dengannya sambil membicarakan rumahnya yang horor. Vian tetap menatap layar laptopnya, entah sedang bermain apa sampai malas ikut ngobrol bersama kami.
      "Aku penasaran. Majida kalo marah kayak apa ya?"
      Itu suara Wisaeni. Entah sejak kapan ia berdiri di samping meja ku. Ikut ngobrol sambil membalik-balik bukuku. Aku mengangkat kepala, tersenyum singkat, lalu kembali ke posisi tadi.
      "Dia mana bisa marah" lanjutnya lagi.
      "Heleh. Dia emang jarang marah, tapi sekalinya marah, dia serem" kata Rosa. Aku tau pasti ia masih mengingat kejadian saat kelas 10. Saat itu, untuk pertama kalinya aku marah dikelas MIPA 7.
      "Oh, pas Kevin teriak-teriak 'SEEE GEMPA' itu" ini suara Didit. Aku sedang tak ingin berbicara.
      "Hooh. Majid langsung gebrak meja sambil teriak 'DIEM'"
      Aku kesal saat itu. Sudah saatnya doa pagi, dan Kevin masih teriak-teriak hal yang menyebalkan, sedangkan teman-teman sekelas malah tertawa. Saatnya doa pagi, apa kalian tak pernah menghormati hal itu? Saat itu, aku meletakkan novel yang kubaca, lalu menggebrak meja sambil berteriak Seketika, kelas hening. Hanya menyisakan tatapan dari teman-temanku seolah tak percaya aku yang selalu senyum-senyum dan berbicara tak pernah keras-keras ini sanggup menaikkan volume suara sekeras itu. Aku yang pendiam, aku yang lebih tertarik pada bacaan daripada menikmati gosip, aku yang terkenal tak pernah marah.
       Aku bukannya tak bisa marah. Aku hanya tak ingin marah Kalaupun aku marah, aku menahannya dengan tidak banyak bicara sampai marahku reda. Ibu selalu bilang, "Bukan yang kuat yang menang, bukan pula yang paling keras suaranya saat marah yang menang. Yang menang adalah mereka yang sanggup menahan marah mereka" 
       Dari pagi sampai siang, sialnya, aku hanya berbicara satu dua kata. Aku marah pada seseorang yang berbohong padaku. Sepertinya ia tidak benar-benar mengenalku dengan baik. Aku paling benci kalau dibohongi. Siapa sih manusia yang senang kalau dibohongi?
        Aku marah karena 3 hal. Pertama, ia merusak hariku. Padahal kemarin, aku tertawa dengan Rosa dan Beno sampai rahang kami pegal. Ia membuat semangatku menguap begitu saja dengan ceritanya. Kedua, ia yang bilang kalau dunia nyata lebih penting daripada dunia maya, sekarang malah memilih dunia maya. Ketiga, dia berbohong.
         Apa dia kasihan padaku? Takut kalau aku sakit hati? Atau hanya demi sopan santun? Oh man, aku tidak butuh bualan hanya untuk menyenangkan hati orang. Sama sekali tidak. Aku dibesarkan dengan sederhana, apa adanya, dan apa yang terjadi, memang itulah yang terjadi. Jadi, aku lebih suka mendengar cerita apa adanya, tanpa bumbu-bumbu lainnya.
        Bel istirahat berbunyi. Sepertinya perpustakaan yang sepi dan dingin lebih menarik daripada masalah ini. Aku bangkit, lalu menghampiri Alif di seberang bangku, dia bilang kalau ia akan kesana kalau aku pergi juga.
        "...Yang menang adalah mereka yang sanggup memaafkan"

0 komentar:

Posting Komentar