“ASTRONOOOOOTTTT”
Aku
spontan bangun dengan jantung yang rasanya mau copot. Aku duduk di tempat tidur
sambil mengucek mata. Aku menguap berkali-kali, lalu menggaruk-garuk rambut
yang acak-acakan sambil melihat ke arah jam. Jam setengah enam sore.
“Weh,
udah jam segini” kataku santai sambil mengambil guling dan memeluknya. Aku
melihat Shasa yang berdiri di sebelah tempat tidurku. Wajahnya horor, entah
kenapa kesannya begitu.
“Astronot,
kamu dah tidur berapa jam?” ia duduk di tepi tempat tidur. Aku menoleh ke
arahnya. Kalau aku baru bangun, rasanya sulit berinteraksi dengan dunia luar.
Istilahnya, nyawa belum terkumpul semua.
“Dari
jam 2 sampi sekarang” aku menghitungnya dengan jariku, “Hampir empat jam, Sha”
aku sedikit berteriak sambil mengacungkan jariku. Lalu aku cengengesan sambil
melihatnya. Alis nya tebel.
“Heeeh”
ia mengambil gulingku, lebih tepatnya mengambil paksa. Aku merebahkan diri lagi
di kasur. Rasanya masih ngantuk. Tumben ada orang yang marah-marah saat aku
terlalu lama tidur. Biasanya tidur siangku memang 4 jam, kadang sampai 5 jam. Efek
terlalu lama bangun malam-malam.
Saat
aku memejamkan mata, tiba-tiba dia berteriak lagi, “ASTRONOOOTTT”
“Apa?
Aku mau tidur lagi” aku mengambil bantal dan menaruhnya di atas kepala untuk
menutupi telinga.
“Heeh,
nggak boleh tidur lama-lama. Efektif tidur siang itu Cuma 15menit-30menit.
Setelah itu udah nggak efektif lagi”
Aku
spontan bangkit, menatapnya tak percaya, “15menit? Nggak cukup Sha. Mau jadi
apa aku?”
“Dan
lagi. kalo tidur habis Ashar itu nggak baek. Gini ya, temennya guruku itu gila
gara-gara keseringan tidur setelah ashar”
Gila?
Kata-kata itu terngiang-ngiang di kepalaku. Lalu bayang-bayang aneh mulai
bersliweran, “Nggak nggak nggak. Aku nggak mau gila. Udah, aku kapok, Sha. Aku
nggak bakal tidur lama-lama lagi atau tidur habis ashar”
“Kalo
kamu bangun tapi pengen tidur lagi, inget-inget aja tentang bisa gila. Ntar
kamu nggak jadi tidur lagi”
“Tapi
bangunnya gimana? Aku dah pake alarm 3 HP tetep aja nggak bangun. Kalo Cuma 15menit,
tidurku sehari kurang” aku mengambil 3 HP yang kuletakkan di samping bantal,
lalu memperlihatakan nada alarm yang ku pasang. Lagu hardrock semua.
“Tidur
malemmu jam berapa? Lalu bangunnya? ”
Aku
mengingat-ingat sebentar, “Biasanya aku tidur jam 11malem, nanti bangun jam
2pagi untuk shalat tahajud. Setelah Subuh aku tidur lagi sampe jam 6. Tidur
siangnya kadang nyampe 4 jam. Kayak kebo ya”
“Hmm
gini. Jam 11-jam 2 itu udah 3 jam. Lalu jam 4pagi-jam 6 itu 2 jam. Cukuplah
sehari tidur 5 jam. Pulang sekolahmu kan jam 1 siang. Nah, setelah pulang,
ganti baju, makan, mandi, lalu shalat. Setelah itu tidur jam 2 sampai jam
setengah 3”
ia menerangkan dengan alis tebal nya yang berkerut.
Aku
mengangguk-angguk dan sibuk mencatatnya di dalam otak. Jadi, mulai besok, aku
harus pakai jadwal yang dibuat Shasa biar aku nggak gila.
****
Paginya,
aku menceritakan itu ke Syawal. Tentang tidur siang yang bisa bikin gila.
Sekaligus aku ingin tau responnya. Karena aku masih belum percaya. Masa tidur
setelah ashar bisa gila? Dari kemarin aku terus memikirkan apa yang dikatakan
Shasa.
Syawal
menanikkan alis kirinya setelah aku selesai bercerita, “Bukan bikin gila. Cuma
bikin pikiran kurang seger aja” ia menoleh sebentar ke arahku, lalu melanjutkan
menghapus papan tulis.
Hari
ini kami berdua piket. Sebenarnya ada 5 orang yang piket, tapi yang 3 kabur. Kalo
Denis, dia dengan santainya bilang, “Eh, aku pulang yak. Gambarku nangis minta
dilanjutin. Kalian yang semangat kerja paksa yaa. Bye” sebelum aku marah, dia
sudah mengayuh sepedanya dengan cepat.
“Narukhoto!
Kalau nggak bikin gila berarti aku aman tidur setelah ashar” aku berhenti
menghapus papan tulis, lalu sibuk memikirkan 2 jawaban dari 2 orang yang selalu
kumintai saran. Yang bener yang mana? Setelah bangun tidur jadi gila atau
pikiran nggak seger? Lebih logis jawabannya Syawal.
“Oiya
Hacchi. Kakak kelas ada yang pernah kerasukan gara-gara tidur setelah ashar.
Pas itu aku lagi main ke rumahnya. Eh dia malah ketiduran” Syawal mengahapus
bagian yang harusnya ku hapus. Sedangkan aku masih berdiri dengan pikiran
bingung.
“Eh?
Kerasukan? Lalu respon mu gimana?” aku mengambil tasku dan siap-siap pulang.
Karena pekerjaan sudah selesai. Ceritanya Syawal, horror.
“Dia
itu bangun, langsung teriak, ‘SIAPA YANG JARAH EMPANGKU?’ kukira dia bercanda,
makannya aku Cuma diem. Lalu temenku masuk kamar, dia teriak, ‘WOI, LU MAU MATI
YA. DIA ITU
KERASUKAN WAL. TAHAN DIA ’ yaudah,
kutahan dia” Syawal berkata sambil memakai jaketnya yang tadi di sampirkan asal
di kursi.
Aku masih
berdiri dengan tak percaya, “Lalu keluarnya gimana? Kalo diTV, pasti pada
gulung-gulung”
“Hm? Gampang
kok. Dia ngelilitin sorban di tangannya, lalu pipi orang yang kerasukan di
hantam. Dia pingsan”
Aku mengikutinya
keluar kelas dengan perasaan takut gara-gara tidur siang, “Nggak nggak nggak. Aku
nggak mau jadi gila, atau kerasukan”
Syawal menoleh
ke arahku dengan ekspresi datar, “Makannya, kamu inget nasehatku”
“Oke. Nasehatnya
Syawal hari ini adalah, makan secara teratur!”
Syawal memukul
dahi ku pelan. Nah sekarang, aku bener-bener kapok tidur siang setelah ashar.
0 komentar:
Posting Komentar