Monster Seribu Warna

                “MONSTEERR!!” gadis itu berteriak kencang sekali, lalu setelah itu, ia berlari meninggalkan kelas. Bahkan tas miliknya masih tergeletak di atas meja nya.
                Tata hanya geleng-geleng kepala melihat gadis itu pergi. Bingung. Padahal, gadis itu yang memintanya untuk bernyanyi. Tata hanya bisa scream singing, Mei tau itu. Tapi, Mei tetap memintanya. Berharap suara yang keluar dari mulut Tata adalah suara merdu yang lembut di dengar.
                Tata menyambar tas milik Mei, lalu menyampirkannya di bahu kiri, sedangkan tasnya di bahu kanan. Ia berjalan keluar kelas. Mencari Mei yang bersembunyi karena ngambek. Ia mencari di kantin sekolah, berharap Mei duduk di sana sambil menggerutu menikmati ice cream vanilla, tapi gadis berambut sepunggung itu tak ada disana. Tata tersenyum, ia tau kemana perginya Mei. Halaman belakang sekolah.
                Ia menemukan Mei di sana. Duduk menggerutu sambil melempar kerikil-kerikil kecil ke dalam kolam ikan. Rambutnya lepek karena keringat dan ekspresi wajahnya masih sama seperti saat ia berteriak ‘monster’. Kesal.
                Mei menoleh saat sadar ada yang melihatnya. Ia membulatkan mata saat melihat Tata berdiri di sampingnya dengan 2 tas tersampir di bahunya. Mei beranjak dari duduknya, lalu menyambar tas miliknya, “Ngapain kamu kesini? Suaramu menakutkan. Mirip monster!”
                Bukannya marah, Tata malah menghela napas sambil tersenyum, “Kan aku udah bilang, aku bisa nya scream singing. Eh kamu nya masih maksa” Tata duduk di tepi kolam sambil melihat ikan-ikan yang berenang.
                Mei makin kesal dengan jawaban santai tanpa kata-kata ‘maaf’ apapun, “Sekali monster, tetap monster”
                Tata menggaruk-garuk kepalanya, sekarang ia bingung bagaimana menghadapi perempuan seperti Mei, “Ya udah, aku ngaku kalah. Kalo gitu, mau coba denger aku nyanyi sekali lagi? Kali ini aku pake suara biasa, nggak teriak-teriak kayak tadi” ia menoleh ke arah Mei. Berharap ia mau dan tidak terus-terusan memasang muka kesal.
                Mata gadis itu berbinar, lalu ikut duduk di tepi kolam tanpa berkata apa-apa. Dari ekspresi wajahnya dan sorot matanya, Tata tau ia tertarik. Maka, ia akan mencoba yang terbaik agar Mei tak kecewa lagi.
                Tata menarik napas, lalu mulai bernyanyi
“You’ve been on my mind
I grow fonder every day
Lose my self in time just thinking of four face
God only known why it’s taking me
So long to let my doubts go
You’re the only one that i want”
                Setelah selesai, Tata menoleh cemas ke arah Mei. Diluar dugaan, Mei tersenyum dengan mata berbinar. Ekspresi wajahnya sudah berubah menjadi semangat seperti biasa. Mei masih belum berkata apa-apa, ia masih tersenyum lebar.
                “Lha kok, Cuma diem? Jelek ya? Kan aku udah pernah bilang, aku nggak bisa nyanyi. Pita suara ku ini pernah hampir putus gara-gara scream
                Mei menggeleng-gelengkan kepala nya cepat, “Suara mu lembut, Tata”
                Tata mengerutkan alis tebalnya, “Lembut? Lha tadi katamu mirip  monster”
                Mei mengambil ranting, lalu menggambar monster sebisanya di tanah, “Monster ini sebenarnya baik. Ia bersuara keras hanya untuk melindungi dirinya. Monster ini selalu membantu penduduk desa. Saat ada penduduk desa yang kehilangan harapan, monster ini mulai bernyanyi dengan sepenuh hati. Ia menunjukkan pada penduduk desa, kalau harapan itu ada. Penduduk desa yang putus asa, ia bantu dengan menceritakan banyak cerita tentang masa depan”
                Tata beranjak dari duduknya sambil tersenyum, “Imajinasi mu tinggi ya, Mei. Tapi nggak papa, itu bagus”

                Mei mengikuti langkah Tata sambil meneruskan ceitanya, “Monster itu memberi warna pada desa kecil itu”

0 komentar:

Posting Komentar