Aku mendengarkan original soundtrack dari Animal Crossing, Bubblegum, saat sedang membongkar tas. Lagu tengil, mirip Zaq, jadi kuputuskan untuk memasukkannya ke dalam playlist. Saat menulis ini pun, ternyata tidak ada lagu romantis di dalam kepalaku, hanya melodi Bubblegum.
Tulisan ini didedikasikan untuk diriku yang berusia.. entah, aku lupa, sepertinya enam belas atau tujuh belas tahun. Sembilan atau hampir sepuluh tahun yang lalu. Anak kecil yang senang menjadikan Zaq sebagai nama tokoh dalam beberapa ceritanya, mungkin akan terkejut karena dalam tulisan kali ini, semua yang terjadi bukan lahir dari dalam kepalanya.
Jika kalian membaca tulisan-tulisan lamaku disini, mungkin kalian akan menjumpai nama Zaq beberapa kali. Itu bukan sekadar nama. Ada seseorang yang betulan hidup di dunia nyata, bernapas, dan senang mengangguku.
Waktu aku merapikan buku-buku lama, aku menemukan buku cokelat tebal milikku. Di dalam situ, ada tulisan yang cukup panjang. Aku ingat pernah menulisnya saat berada di perpustakaan daerah. Aku juga ingat pernah membenci tulisan itu beberapa tahun setelahnya. Aku ingin melenyapkan seisi buku, tapi kuurungkan niatku.
Aku ingat secara garis besar isi tulisannya walaupun tidak membacanya ulang. Isinya tentang ketakukan kepada diriku sendiri dimasa depan jika suatu saat aku kehilangan Zaq atau aku meninggalkannya.
Jujur saja, kurasa aku tidak ingin membacanya karena itu hanya akan membuat diriku merinding. Cringe. Oh, anak kecil, darimana kamu mendapatkan energi sebesar itu untuk menjadi puitis dan mendayu? Tidak kah kamu tahu bahwa dirimu sepuluh tahun kemudian akan merinding membacanya? Anak kecil itu berusaha meraba sebuah bentuk cinta yang abstrak dengan hatinya yang belum mengerti sepenuhnya tentang dunia.
Anak kecil, puitismu itu cringe, tapi kesungguhanmu mendapat apresiasi dariku.
0 komentar:
Posting Komentar