Hari ini panas. Aku menyesal sudah meninggalkan kipas anginku. Aku meminum es kopi sambil selonjoran di lantai dan menulis ini. Ah, aku tidak pernah bisa berteman dengan matahari. Terik dan silau selalu membuat masalah untukku. Aku tidak suka panas, mataku sensitif cahaya, dan hujan selalu berbaik hati untuk menyenangkan hatiku.
Aku memutar sembarang lagu di spotify dan membiarkannya terputar acak sampai akhirnya aku mendengar lagu milik Yura Yunita yang berjudul Tenang. Aku tidak begitu memperhatikan liriknya karena fokusku ada pada tulisan. Aku menikmati nadanya. Aku selalu mudah terbawa arus emosi dari sebuah lagu, film, buku, atau karya seni lain. Aku tidak bisa memahami perasaan manusia dengan baik, tapi sepertinya aku hanya perlu media untuk memahami bentuk perasaan.
Aku jadi teringat obrolan random yang kulakukan dengan Zaq. Ia sudah mengenalku sejak aku kelas satu SMA. Zaq adalah bagian dari masa sekolahku, ia menyimak segala huru-hara masa SMA-ku walaupun itungannya dia kakak kelas karena satu tingkat di atasku. Aku merasa sangat tua dan begitu jauh jika mengenang tahun-tahun itu. Aku hanya merasa diriku yang sekarang tidak seterang dulu dan berubah begitu banyak.
"Aku udah banyak berubah, ngerasa lebih suram sekarang. Aku enggak se-optimis dulu." Saat itu, aku mengatakan kalimat barusan dengan penuh hati-hati. Ada sedikit perasaan khawatir, seperti bagaimana jika orang yang dulu mengenalku kemudian merasa aku berubah menjadi lebih buruk. Bukannya membawa kemajuan malah kemunduran.
Zaq menimpalinya dengan cepat, "hmm? Nggak kok, kamu masih sama."
Nada suaranya terdengar santai dan ringan. Aku memasang ekspresi 'ha?' sambil menautkan alis. Sebenarnya apa yang anak ini lihat dari diriku? Baik dulu maupun sekarang. Tapi kurasa Zaq memang orang yang akan mengatakan itu. Aku kadang terbantu dengan kesederhanaan pola pikirnya dan ia yang terkesan santai. Tapi kadang aku sebal karena itu berarti ia sedikit susah untuk berbincang secara serius dan mendalam.
Aku tetap membawa pernyataan bahwa 'aku tidak berubah' sepanjang kami interaksi. Aku menyimpan beberapa pertanyaan untuk diriku sendiri hingga akhirnya aku merasa sepertinya Zaq benar. Aku tetap pribadi yang sama.
Aku masih menyukai baca buku dan menulis. Aku masih suka tidur siang dan Zaq selalu diam-diam sebal jika aku terlalu banyak tidur. Aku masih menyukai makanan manis. Aku masih suka berbicara dengan kucing, nonton anime, menyendiri, lagu-lagu, dan banyak hal lain. Di mata Zaq, aku tetap menjadi anak yang alay, haha hehe, kaku, pikun, wibu nolep, dan selalu kalah darinya.
Di suatu kesempatan, aku melihat Zaq yang sedang tertawa dengan begitu menyebalkan. Ada bagian dari dirinya yang berubah menjadi lebih baik, selebihnya ia tetap orang yang sama. Aku juga tetap ingin memukulnya atau menyumpalnya tiap kali ia tertawa. Jika ada macam-macam tawa, maka tawa Zaq adalah jenis yang membuat orang sebal dan ingin memukulnya (bukan hanya aku yang merasa begini). Sangat kontras dengan wajahnya yang terkesan kalem dengan dua lesung pipi dan mata sayu.
Berbincang dengannya lagi membuatku merasa aku seperti menemukan suatu kepingan yang hilang. Aku kembali mengingat diriku sendiri, versi diriku ketika masa SMA. Aku hanya merasa 'kembali' setelah terombang-ambing dan merasa hilang. Setidaknya untuk saat ini, itulah yang kurasakan.
0 komentar:
Posting Komentar