Keberadaan

Aku membiarkan Emi menata buku-bukuku yang tersebar sembarangan di lantai, meja, dan ada satu yang entah bagaimana bisa berakhir di atas rak sepatu. Aku mengamati gerakannya dari atas tempat tidurku. Beberapa hari ini aku terkapar karena sakit, sungguh cobaan akhir tahun. Pada akhirnya, aku menghabiskan hari-hari dengan tidak produktif, bahkan untuk membereskan kamar saja aku kepayahan. Maka, disinilah Emi sekarang.

"Emi, maaf ya belakangan kayaknya aku banyak ngeluh ini itu." 

Emi menghentikan gerakannya, mengernyit sedikit, "apa maksudmu? Kok minta maaf?"

Ia kembali sibuk memasukkan buku-buku ke dalam rak, menatanya dalam urutan tinggi yang sesuai, lalu aku melihatnya mengangguk sendiri karena puas dengan hasil kerjanya. Padahal aku meminta Emi untuk menemani, bukan malah membereskan kekacauan. Sungguh. Sekarang, lihatlah, ia berjalan ke arah sapu dan meraihnya. 

"Hmm bilang sakit ini sakit itu. Dari keracunan makanan, demam, radang, dan sekarang sakit gusi dan kram datang bulan." 

Aku tidak sakit berat, hanya saja, sakit datang silih berganti. Aku sempat keracunan nasi padang, berakhir demam, mual, mutah. Sehabis itu, karena kehujanan, aku demam lagi. Kemudian radang. Lalu gigi geraham bungsu rahang atasku tumbuh, impaksi, gusiku bengkak. Akhir tahun yang cukup sakit dan tahun 2024 diisi oleh cobaan gigi geraham bungsu. 

Emi menghela napas, "terus? Apa aku harus terganggu sama itu? Namanya juga sakit. Siapa yang mau sakit?" 

"Enggak ada. Hmm aku cuma merasa.. Apa aku terlalu banyak mengeluh akhir-akhir ini."

Ia bersenandung ringan mengikuti melodi lagu yang kuputar pelan. Tidak menghiraukanku, ia mulai menyapu. Sesekali Emi ikut bernyanyi. Aku menyukai suaranya ketika bernyanyi. Seperti ada kejujuran disana. Sesuatu yang terdengar begitu lembut, rapuh, namun sekaligus kuat. 

"Daripada kamu memikirkan hal yang enggak berguna, lebih baik kamu istirahat." 

Emi menyibak kerai jendela, kemudian menatapku, "hujan ternyata. Kayaknya aku bakal stuck disini sampai hujannya reda." 

Setelah merapikan banyak hal, akhirnya ia duduk sambil menselonjorkan kakinya. Emi duduk di atas karpet, bersandar pada dinding, tepat di bawah jendela. Walaupun ia tidak mengatakan apapun, keberadaannya memberikan ketenangan tersendiri untukku. 

Mendadak aku teringat lagu Banda Neira. Salah satu lagunya dan lirik di dalamnya, mengatakan bahwa ternyata keberadaan seseorang bisa seindah itu. Aku melihat Emi yang kini sedang membaca salah satu koleksi komik milikku. Sepertinya untuk beberapa waktu, ia akan tenggelam dalam komik itu. 

Aku merapatkan selimut, memutuskan untuk tidur. Dalam mata terpejam, menunggu sepenuhnya terlelap, aku bisa mendengar suara hujan mulai turun semakin deras. Di antara gemuruh hujan, sayup-sayup aku mendengar Emi yang membalik lembar komik, suara lagu, dan ia yang terkadang bersenandung. 

"Selamat istirahat. Semoga cepet sembuh." 

0 komentar:

Posting Komentar