Hai Nona Manis

Sebenarnya, tadi aku menulis banyak kata. Tapi pada akhirnya, aku mencapai kesimpulan 'ah, yasudahlah.' Walaupun begitu, aku pun rupanya masih menulis, seperti sekarang, ditemani satu lagu antik entah tahun berapa yang berjudul Esok Kan Masih Ada.

Tadi aku membaca tulisan temanku, anak itu, setelah sekian lama, tiba-tiba datang dengan dua tulisan dan seakan menyodorkan tepat di depan mukaku. Aku membacanya dengan tenang, menikmatinya, dan terasa menyenangkan bisa membaca tulisannya lagi. 

Aku menyorot satu kalimat yang langsung terpaku di kepalaku. Kalau aku boleh menulisnya ulang dan menggunakan gaya tulisanku, maka kira-kira begini kalimat itu. Waktu begitu cepat berlalu, kehidupan, seakan lebih cepat dari kedipan mata. 

Itulah yang terjadi padaku sekarang.

Banyak hal yang berubah. Seakan seperti aku berkedip, membuka mata lagi, dan harus beradaptasi segera dengan apa yang ada di depanku. Seperti jika berada di ruangan gelap, kemudian langsung membuka jendela, sinar matahari akan menusuk mata, dan kita harus cepat-cepat menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk. Mata yang belum siap akan merasa... Kalian tahu tanpa harus dijelaskan.

Aku, barangkali, ada di posisi mata yang belum siap itu.

Tapi, seperti lagu yang masih berkumandang di sepetak kamar ini, seperti yang dinyanyikan oleh Utha Likumahuwa, bahwa 

Hai nona manis biarkanlah bumi berputar

Menurut kehendak yang kuasa

...

Esok kan masih ada, esok kan masih ada

Aku menulis ini semua bukan berarti aku sangat tenang dan santai serta rasional. Aku pun mengalami lonjakan perasaan yang tidak stabil, keruwetan dalam kepala, hingga akhirnya menemukan titik terang. Beginilah hidup. Mari nikmati segala yang ada. Hidup bukan lah hidup jika tanpa kesedihan dan kesulitan. 

Nah, gitar kupetik bass kubetot, hai nona manis, bass kubetot.

0 komentar:

Posting Komentar