Entah sejak kapan, aku tidak bisa lagi menikmati novel-novel romansa. Seingatku, dulu aku bisa membaca kisah romansa anak SMA bernama Moses, atau kisah romansa yang hadir ditengah persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Hal-hal klise itu. Sekarang, aku tidak bisa.
Aku baru menyadarinya saat adikku berkata koleksi bukuku membosankan. Ia bilang, membaca lembar pertama dari buku yang ia ambil dari rak bukuku membuat kepalanya berasap. Aku tertawa sambil menyodorkan judul buku lain padanya, yang dibalas dengan sebuah pertanyaan, "apa kamu nggak punya novel cinta-cintaan?"
Adikku beringsut ke rak bukuku, mengamati tiap judul. Aku mengangkat bahu sambil ikut memperhatikan apa saja buku yang selama ini aku baca. Buku-buku yang aku kumpulkan dari jaman SMP. Sudah sepuluh tahun rupanya.
Dalam rentang sepuluh tahun, aku jatuh, bangkit, menangis, tertawa, tumbuh, bertemu dengan orang-orang, berpisah, belajar sesuatu, memutuskan sesuatu, dan hal lainnya. Dalam segala proses itu, aku ditemani buku-buku yang sekarang mulai menguning di hadapanku. Mereka adalah sebuah kisah yang menemani kisah hidupku. Aku tumbuh bersama kisah-kisah itu.
"Hmm, kayaknya aku perlu suasana baru. Bacaan baru yang beda kayak yang biasa kubaca. Menurutmu gimana?"
Aku bertanya pada adikku yang kini lebih tertarik mengukur nilai jual dari koleksi komikku.
"Ya, emang. Buku Hidayah biar kamu nggak jadi sesat. Buku-bukumu suram, mungkin setelah baca Hidayah, kamu tercerahkan."
Sebelum aku menjawab, ia melanjutkan lagi, "Atau komik BL, nanti aku bisa pinjam hehe."
Aku menoleh ke arahnya, memasang wajah pura-pura serius, sambil menatapnya, "Bisa ngga sih return adek? Alasan return: sesat."
0 komentar:
Posting Komentar