(Aku ingin menyempatkan diri sendiri untuk menulis, beberapa menit sebelum aku tidur. Aku akan menulis dengan gaya penulisan yang lebih santai, lebih bebas. Tapi justru, tulisan yang terkesan menyenangkan untuk dibaca ini adalah hal-hal yang membuatku kadang kesulitan menarik napas.)
Sebenarnya, saat ini, detik aku mengetik huruf-huruf yang bermunculan di layar, aku sedang sangat marah. Sangat sangat sangat marah hingga aku memutar lagu dan ikut menyanyikannya dengan suara yang bergetar seperti orang hipotermia. Bukan, bukan vibra, apalagi jika disangka kerasukan mesin cuci. Aku hanya bernyanyi dengan perasaanku.
Aku marah.
Aku frustasi.
Aku ingin teriak.
Aku ingin melempar semua barang-barang yang ada di dunia ini.
Aku terdengar cukup mengerikan dengan tubuh sekecil ini, bukan? Tidak, aku serius. Aku benar-benar ingin melakukannya. Keinginan-keinginan itu berputar-putar di kepalaku, sedangkan aku sendiri diam saja, duduk, dan memperhatikan keinginan-keinginan itu berputar. Mereka tidak berputar penuh ketegangan seperti roller coaster. Mereka tidak berputar dengan rasa manis dan lembut seperti membuat permen kapas. Mereka tidak berputar dengan penuh gemuruh dan teror seperti angin puting beliung. Mereka hanya berputar sebagaimana adanya. Hening, hampa, tidak diartikan.
Tapi aku tidak melakukannya. Bukan karena aku anak baik serta budiman, aku hanya tidak berdaya. Pun jika aku berdaya dan melakukannya, itu tidak ada gunanya. Apa gunanya melakukan itu semua? Apakah akan ada yang berubah?
Tidak ada yang berubah.
Aku tahu itu. Aku juga akhirnya tahu, bahwa ternyata aku masih sama saja. Aku selalu bertekad dan berseru lantang seperti Bung Tomo, bahwa aku akan berubah. Aku akan menjadi lebih terbuka, berhenti menutup diri, berhenti memasang tembok pembatas yang sangat tebal, menjadi lebih berani, dan lalala. Seruan-seruanku itu sekarang entah kenapa terdengar seperti janji pemilu. Mengerikan.
Awalnya aku merasa selangkah demi selangkah mulai berubah. Jalan yang kulewati tidak mulus seperti pantat bayi, tapi aku merasa bisa melakukannya. Aku sangat yakin kalau aku akan bisa. Aku merasa sangat kuat dan pemberani. Tapi, di jalan, anak yang sangat yakin dan terlihat sombong ini ternyata perlu dipukul.
Setelah sadar, aku ternyata tidak berubah. Ini sangat membuatku marah, frustasi, ingin melempar barang, lapar, dan menjadi kucing.
Aku masih sama saja. Aku ternyata masih takut dengan manusia, masih kesulitan interaksi, kesulitan bercerita, membuka diri, tertutup, menyebalkan, dan lalala. Aku muak dan lelah dengan diri sendiri. Aku sangat frustasi. tapi aku tidak tahu aku harus berbuat apa!
Tidak berubah! Penuh ketidak tahuan untuk melangkah! Buta arah! Huh, paket lengkap melebihi paket ayam goreng di warung yang plus lalapan dan es teh.
Biar aku perjelas sesuatu dulu. Ini semua tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, tidak ada manusia yang bersalah kepadaku kecuali aku! Ini kesalahanku. Oh? Orang-orang yang membuat aku trauma? Ah, sudah, lupakan saja mereka. Untuk sekarang, rasa frustasiku ini karena ulah diriku sendiri.
Aku tahu, diriku sangat sayang diriku. Mungkin diriku membuat pelindung luar biasa kokoh agar aku tidak tersakiti dari luar. Pelindung itu lebih tebal setelah aku trauma. Tapi, pelindung yang over protektif itu ternyata bisa menyakitiku juga.
Aku frustasi!
❤️❤️😻semangattt
BalasHapusTerima kasih banyak! Saya akan bersemangat ^^
Hapus