Halcyon.

"Sekarang aku mulai khawatir dengan masa depanku."

Begitu kataku, setelah aku selesai membaca satu bab novel. Aku menghela napas, meletakkan buku di sebelah bantal, lalu beringsut ke sebelahmu. Aku meletakkan daguku di atas bahumu, ikut melihat apa yang sedang kau baca daritadi. 

Kau menoleh padaku, tanganmu menyentuh ujung kepalaku, mengelusnya pelan, "selamat datang." 

Selamat datang dimasa-masa pelik tentang mengkhawatirkan masa depan.

Aku ber-hmm pelan sambil membenarkan posisi duduk, sedangkan kau kembali membaca. Aku memperhatikan matamu yang fokus pada deretan tulisan di layar ponselmu. Bulu matamu panjang, lebih panjang dari milikku. Aku tersenyum, mengingat kau berkata kalau bulu mata panjang tidak cocok denganmu dan aku yang selalu berkata kalau matamu cantik.

Sadar karena aku melihatmu, kau menoleh sambil bertanya dengan suara lembut, suara yang selalu ingin aku dengar. "Kenapa?" Begitu tanyamu, sambil membalas tatapan mataku yang masih melihat ke arah matamu.

Aku menggeleng pelan, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangan ke dinding. Dari ekor mataku, aku bisa melihat kau meletakkan ponselmu dan detik setelahnya, aku bisa mendengar helaan napasmu bersamaan dengan bunyi kretek punggung.

"Kalau ada sesuatu, bilang ya. Aku pasti mau dengar kok. Jangan disimpan sendiri ya."

Aku bisa merasakan tanganmu kembali mengelus ujung kepalaku, menepuknya pelan, lalu merapikan helaian rambutku yang mencuat. Kau memang selalu begini, dengan suara yang lembut dan tangan yang selalu menyentuhku dengan hati-hati seakan aku bisa pecah kapan saja.

Aku mengawali kalimat panjangku dengan helaan napas berat, "aku khawatir dengan masa depanku. Aku tidak tahu akan jadi apa aku nantinya. Aku ingin punya pekerjaan yang baik, hidup dengan baik, dan bisa membantumu. Keadaanku sekarang, aku ingin menjadi lebih baik. Melihatmu yang selalu berusaha walaupun sangat sulit, membuatku ingin berjuang juga."

Aku ingin hidup dengan baik. 

Kau membenarkan posisi dudukmu, yang sekarang mengarah padaku, "tidak ada yang salah dengan kamu yang sekarang. Tapi, kalau kamu mau bergerak, aku bakal terus menemani prosesmu. Kamu punya potensi yang bagus, aku yakin masa depanmu bagus. Kalau kamu kesusahan atau gagal, kamu bisa datang ke aku. Seperti apapun keadaanmu nantinya, aku tetap penggemarmu nomor satu."

Tepukan di kepala yang sangat hati-hati, suara yang lembut, dan sorot matamu yang hangat membuatku ingin menangis. Aku tidak sekuat itu, tapi katamu, tidak apa-apa karena kau akan menjadi kuat untukku. 

"Tapi, kalau kamu sudah bisa berjalan dengan baik, jangan lari."

Kau menarikku ke dalam pelukanmu. Aku bisa mendengar detak jantungmu dan sesekali helaan napasmu. Tanganmu yang kuat namun hangat kembali mengelus rambutku. Kau mulai bersenandung pelan. Bagaimana bisa aku lari padahal disini adalah tempat paling hangat? Diantara banyaknya manusia, sekumpulan realita hidup yang menyesakkan, masalah-masalah itu, dan banyaknya tahun-tahun yang harus ku lewati, akhirnya aku kau saling menemukan. 

Aku tidak pintar menyampaikan sesuatu, maka, aku membalas semua perkataanmu tadi dengan balas memelukmu. Erat, bahwa rasanya semua akan baik-baik saja. 

Aku ingin hidup dengan baik

dan aku selalu membutuhkanmu.

0 komentar:

Posting Komentar