Aku punya beberapa menit sebelum konseling, jadi aku menulis ini.
Beberapa saat lalu, setelah makan, aku diam sambil memandang ke langit-langit kamar. Aku sendirian. Secara real, aku sendirian. Di kamar yang harusnya berisi dua orang, aku sendirian. Aku juga lebih banyak menghabiskan waktu sendirian, pergi sendiri, menikmati makan sendiri, berjalan-jalan di sekitar asrama sendiri, mengerjakan tugas sendiri, bahkan aku bersenang-senang sendirian dengan melakukan hal-hal gila seorang diri.
Lalu ada sebuah pertanyaan yang aku sendiri tidak tahu bagaimana menjawabnya. Apa aku kesepian?
Aku tidak merasa ini sebuah masalah. Kesendirianku, nyatanya lebih aman dibanding aku harus menghadapi rasa takutku berinteraksi dengan orang lain. Tapi, jauh di dalam diriku, aku pun punya sisi yang berkata bahwa ini salah dan aku harus segera keluar.
Lalu, disela-sela helaan napas, muncul kalimat yang sepertinya benar.
Aku lah yang memutuskan mengurung diri dan tidak membiarkan seorang pun masuk ke dalam diriku. Aku lah yang membangun tembok luar biasa tebal. Bukannya orang-orang itu tidak ingin menjangkauku, aku lah yang terlalu menutup diri.
Ketakutanku harus dipadamkan.
0 komentar:
Posting Komentar