Aku
agak kebingungan untuk memilih universitas mana yang akan menjadi pilihan
pertamaku di SBMPTN. Dulu, aku memang sangat yakin untuk menaruh ITB jurusan
FSRD sebagai pilihan pertama dan ISI Surakarta jurusan DKV sebagai pilihan
kedua. Namun, sekarang, dengan segala pertimbangan dan pemikiran yang matang, aku
memutuskan mengubah pilihan pertamaku sehari sebelum pendaftaran SBMPTN
ditutup.
Bukan karena
alasan ITB memiliki standar yang tinggi atau jarak yang jauh. Dari awal aku
memutuskan ingin ke ITB, aku sudah siap dengan konsekuensi jarak yang jauh dari
rumah. Hanya saja, jika memang tujuanku adalah jurusan seni, kenapa aku harus
jauh-jauh ke ITB? Sebenarnya apa yang mendorongku sebegini jauh?
Dari
dulu aku memang ingin kuliah di Bandung. Lebih tepatnya, aku ingin menetap
dalam waktu yang relatif lama di Bandung. Karena jauh dari rumah, aku ingin
sekalian menjadi orang yang mandiri dan berpetualang. Lagipula, jika aku ada di
Bandung, aku bisa dekat dengan seseorang. Aku memikirkan hal itu ketika aku
duduk di kelas tiga SMA. Jujur saja, aku yang sekarang menilai pemikiranku dulu
sebagai pemikiran yang terlalu idealis dan sembrono.
Aku menyadari
hal itu setelah satu kata dalam bubble chat yang masuk dalam notifikasiku. Aku tidak
akan bilang kata apa itu. Kata itu muncul disaat aku menggambar portofolio,
ditengah pikiran yang kacau dan pertimbangan-pertimbangan resiko jika aku
memilih universitas ini itu.
Apa aku
terlalu rasional dan realistis mengenai alasanku? Sebenarnya aku juga tidak
bisa menuliskan alasan dan ketakutan-ketakutanku.
Aku tidak
tahu. Keputusan yang aku ambil rasanya cukup menyakitkan juga untuk diriku. Aku
mempertimbangkan keputusan itu cukup lama. Aku merasa memiliki beban pikiran,
tekanan, dan perasaan yang kacau saat itu. Namun, aku tidak menceritakannya
pada siapapun termasuk orang tuaku. Karena aku tahu, siapapun yang mendengar
ceritaku akan menganggap aku bodoh—aku juga merasa begitu.
Orang-orang
juga tidak akan paham perasaanku jika aku tidak cerita, kan? Namun, saat itu,
rasanya aku ingin menyalahkan seseorang atas apa yang ia perbuat padaku disaat
keadaanku seperti itu. Padahal aku paham tentang “aku tidak bisa memaksa orang
lain memahamiku”. Ternyata aku juga sama buruknya.
Setiap keputusan
selalu memiliki penyesalan, entah kecil entah besar. Apapun penyesalanku nanti,
semoga aku siap menerimanya.
0 komentar:
Posting Komentar