Kebiasaan nan Mulia Ajaran Eyang

                Ah, bodoh sekali jika aku mengingatnya kembali. Siapa yang mengingatkanku tentang kejadian memalukan itu? Beno. Dan tebak siapa yang tertawa dengan tangan yang memegang perut? Beno. Dan siapa yang menatapnya kesal dengan wajah memerah? Aku.
                “Hahahaha polos banget kamu Maj, masa pake cium tangan segala”
                “Udahlah Ben, masa lalu. Diem,” Aku mempercepat langkahku, mendahului manusia yang menertawakanku dengan puas itu, “kebiasaan susah di ubah”
                Hari ini, dan untuk beberapa hari kedepan, kami berdua bolos pelajaran setelah istirahat kedua. Membolos. Terdengar menyenangkan karena sedikit terbebas dari beberapa tugas. Tapi bagi kami, ini lebih parah daripada menghadapi tugas itu. Dibanding dengan materi astronomi, tugas itu terlihat enteng . Ya, mulai hari ini sampai tanggal 6 November 2015, kita mulai fokus bimbingan astronomi.
                “Mana bisa lupa bhuahahahaha” andai saja, ada sesuatu yang kupegang, akan kujejalkan kedalam mulutnya.
                Jadi begini ceritanya, mari memutar ulang. Aku terbiasa mencium tangan orang yang lebih tua saat bersalaman. Itu ajaran yang Eyang tanamkan sejak dulu. Mulia, kan? Tapi, ajaran nan mulia itu berubah menjadi memalukan saat hari pertama ekstra astronomi. Saat itu, aku menghormati orang tua yang menjadi guruku astronomi-Mas Fafang-yang menuliskan namanya dengan besar di papan tulis. Gayanya seperti guru-guru biasanya, padahal dia hanya kakak kelasku. Lalu, saat ekstra sudah berakhir, kita berpamitan pulang. Dan lihat, kebiasaan nan mulia itu muncul dan aku menarik tangan Mas Fafang, dan menciumnya. Aku. Mencium. Tangannya. Tanpa. Sadar. Lalu dia berkata,”Eh nggak usah pake cium tangan segala” lalu ia tertawa.
                “Kira-kira Mas Fafang masih inget gak ya?” Beno masih melanjutkan membicarakan hal itu.

                “Gak tau” kata ku cepat. Berharap manusia ini berhenti membicarakan itu. 

0 komentar:

Posting Komentar