Apa
kabar? Aku ingin mendengar suaramu lagi. Meski sebenarnya itu kecil
kemungkinan. Aku ingin bercerita banyak hal. Saking banyaknya, aku bahkan yakin
jika aku akan menghabiskan berjam-jam bicara denganmu.
Aku
mungkin sudah rusak, kawan. Aku yang dulu tidak peduli dengan anak-anak cowok
di sekitarku, sekarang aku mulai memperhatikan mereka. Ikut tertawa dan
berbicara tentang omong kosong yang dulu tak pernah kulakukan. Bagaimana
kembali menjadi ‘aku’ yang dulu?
Oiya,
aku menjadi bagian dari OSIS
sekarang. Seleksi OSIS benar-benar
membuat kakiku gemetar. Tapi, Majida tetap berdiri tegak, menjawab pertanyaan
dari kakak-kakak OSIS dengan
lantang, dan membantah dengan caranya. Tidak mau kalah. Setelah keluar dari
ruangan itu, aku langsung terduduk dengan jantung yang terpompa cepat. Tapi
usaha ku terbayar.
Dibentak,
dimarahi, dan diolok-olok. Kalian tau rasanya? Rasanya seperti kopi. Campur
aduk. Percampuran antara perasaan takut, marah, dan ingin menangis, lalu dipadu
dengan keberanian untuk membantah. Kombinasi yang menarik, kan? Itu yang
kurasakan.
Hmm,
ada lagi. Aku memutuskan ikut ekstrakulikuler olimpiade astronomi. Setiap hari
Jum’at diadakan tes kecil-kecilan. Saat tes minggu pertama, aku benar-benar
tidak yakin bisa menandingi mereka, 2 temanku, dan 1 kakak kelas 11. Kakak
kelas itu namanya Bintang Viga. Namanya bagus. Viga, seperti bintang Vega yang
paling terang di antara sebuah rasi bintang yang aku lupa namanya. Lalu 2
temanku itu lebih berwawasan dari pada aku. Aku pesimis.
“Aku
nggak yakin dah dapet berapa. Aku dah usaha, pasrah saja. Dapet nilai 0 juga
nggak papa” begitu kataku saat hari kamis.
“Semangat
lah Maj. Pastiin kita besok bisa liat milky way bereng di Kalimantan! Mas Viga
pergi aja hus hus” Beno mencoba menenangkanku. Tapi tetap saja, hal itu tidak
bisa membuatku tenang. Rina hanya
mengangguk-angguk setuju.
Tiba-tiba,
mas Fangfang (sebenarnya namanya Fafang) berkata sambil membawa lembaran kertas
tes hari Jum’at lalu, “Lho Majida, nilai mu malah yang paling tinggi lho.
Pertahanin yak. Ben, kamu belajar lagi yang rajin, nilai mu paling rendah”
Alhamdullilah.
Aku bersyukur.
Guru ku
astronomi+kakak kelas 12 ini namanya Artian Fafang. Orang yang keren dan saat
ia menerangkan materi, ia akan berkata, “Ada yang mau nanya? Apa aja. Selain
yang ku terangin juga nggak papa. Beno mau nanya? Rina? Majida? Tanya apa aja”
dan ajaibnya, semua yang kami tanyakan, bisa dia jawab dengan sempurna. Dan ia
akan mengulang kata ‘apa aja’ nya itu sebelum kami bertiiga bertanya.
Aku,
Rina, Mentari, bahkan Beno nge fans sama dia. Hal paling bodoh yang pernah kami
lakukan itu, saat dia ada di tangga, dan kami ada disamping tangga. Kami
menyamarkan namanya menjadi ‘Megane-senpai’ dan kami banyak berkata,
‘Megane-senpai keren banget Jiid’, ‘Hooh Men! Tanya apa aja, bisa dia jawab’,
‘Dia tsundere pulaaa duh kakkoi’, ‘masa iya aku ikutan nge fans sama dia sampe
guling-guling di lantai sambil bilang ‘aaa aku ketemu mas Fafang aaaaa’(Beno)
Karena
rasa penasaran tidak bisa mengalahkan manusia, aku kembali menjadi stalker.
Lalu, aku mengetahui sebuah kebenaran yang membuat Mentari dan Rina panik, dan
membuat Beno menertawakan kami dengan puas.
Mas
Fangfang suka anime, dan pasti ia tau arti ‘megane-senpai’, ‘tsundere’, dan
‘kakkoi’. Dia pernah heboh dengan anime Durarara, Magi, Hyouka. Dia pecinta
cupang akut dan paling suka dance. Dia pernah terlalu semangat dance sampai
kaki nya luka.
Tanggapan
Mentari: AAAAAA keren Jid! Pas dia SMP
banyak tingkah gitu. Aduh lucu. Unik pula dia. Suka cupang, dance, tapi
ngejar-ngejar astronomi. DIA TAU
ASTAGAA
Rina:
Maj, gud job. Tapi Yaallah Maj, gimana ini. Berarti dia tau aaakkkhhhh
Beno:
Hahahahaha dasar.
Tapi, Beno
akhirnya ikut nge-fans sama dia. Happy ending.
0 komentar:
Posting Komentar