Pagi,
Zaq.
Mungkin saat membaca ini, disana siang hari, malam, atau bisa saja petang. Tapi aku menulis ini saat pagi hari. Tepat saat matahari menyentuh garis cakrawala. Saat-saat paling menakjubkan selalu datang pada pagi hari.
Zaq, apa kamu tau kenapa aku selalu mengucapkan ‘selamat pagi’ padamu namun tidak pernah mengucapkan ‘selamat siang’, ‘selamat malam’? Apa kamu tau kenapa caraku mengucap ‘selamat pagi’ selalu berbeda-beda?
Bagiku, dan mungkin bagi segelintir orang, pagi adalah berkah. Berkah paling istimewa yang sangat sederhana dan dekat dengan kita namun kadang kala kita mengacuhkannya. Pagi, saat matahari pertama kali menjejakkan kakinya pada cakrawala, lembut menyapukan sinarnya pada semua luasan bumi. Hangat tak terkira. Mengakhiri malam yang dingin bertuan bulan, mengakhiri malam yang kerap kali menguji dengan memori lama yang kembali datang.
Pagi mengakhirinya.
Kapan orang-orang bangun? Pagi. Tentu saja. Karena pagi adalah awal. Awal membuka mata, memaksa kesadaran yang berlarian di atas ranjang untuk kembali ke dalam raga. Awal memulai rutinitas yang membosankan.
Pagi mengawalinya.
Ada berapa banyak manusia yang mendiami bumi? Banyak sekali sampai bumi dibuat sesak olehnya. Namun, hanya ada satu pagi pada satu hari. Bayangkan saja, ada banyak kisah yang terjadi pada satu pagi. Ada yang masih meringkuk menikmati mimpi, ada yang bangun lalu bergegas, ada yang bertengkar karena sama-sama tergesa-gesa, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali.
Nah, selamat pagi, Zaq. Itu ucapan untuk hari ini. Esok, akan ku jumpai lagi.
****
0 komentar:
Posting Komentar