September

Selamat ulang tahun. 

Aku mulai kehilangan bagaimana cara menulis dengan baik, mungkin karena sudah semakin jarang menulis. Aku juga semakin tidak tahu apa yang harus disampaikan. Rasanya ada banyak hal yang kurasakan, tapi semua itu tidak bisa keluar dengan baik. 

Selamat ulang tahun, maka dua belas hari kemudian adalah giliranku. 

Jika aku tidak salah ingat, aku selalu menulis tulisan dihari ulang tahunku, jika aku ingat untuk itu. Tapi sekarang aku menulis bukan untukku, walaupun tidak ada artinya juga. Sampai sini, aku merasa tulisanku semakin susah dipahami.

Ada sebuah kejujuran untuk hari ini pada bulan sembilan. Pernah terpikirkan untuk setidaknya bertemu walaupun sekali seumur hidup, walaupun itu tidak ada artinya juga. Jika ditanya apa yang ingin kucapai atau tujuanku, aku juga tidak yakin bisa menjawabnya. Itu hanya dorongan hati yang aneh dan segala hal yang bersumber dari perasaan atau hati biasanya egois.

Nah, berhubung aku mengantuk, cukup sampai disini saja. Selamat ulang tahun, semoga di suatu tempat dimanapun itu, seseorang tetap hidup dengan baik. 

Efek Kepanasan

Belakangan aku mengeluhkan hal tidak penting dan protes pada hal yang tidak penting juga. Sepertinya akan ada masa manusia menjadi seperti ini. Mungkin karena terlalu sibuk dan tidak bisa menyempatkan waktu mencari hal-hal santai atau karena bosan dengan keseharian yang berjalan monoton. Apapun itu, aku kadang tertawa sendiri karena omelanku.

Misalnya saja siang ini. Aku baru selesai makan sepiring penuh, minum segelas air, dan menyeduh kopi untuk melawan kantuk siang hari. Saat melihat ke arah rak buku, aku menyadari bahwa tanamanku tumbuh terlalu subur. Aku meletakkan cangkir kopi dengan malas, menatap mereka satu persatu. Mereka ada dua. Hei, bagaimana bisa dua makhluk ini tumbuh lebih subur daripada aku yang setiap hari makan porsi gorila? Mereka hanya berendam di dalam air! Aku hanya memberi mereka air dan sinar matahari, tidak ada pupuk atau suplemen makanan. Ternyata selama ini aku tinggal dengan ketidak adilan dunia.

Aku melihat sprei yang kubentangkan di jendela, kelakuanku beberapa hari yang lalu karena terik matahari seperti bisa melubangi mataku. Bahkan sprei Tayo itu tidak bisa menangkis taiyou (matahari, dalam bahasa jepang). Dia kan bus, bukankah bus terlahir menjadi pribadi yang kuat dan kokoh? Itulah alasan aku memilih sprei Tayo alih-alih memakai sprei Doraemon untuk menutup jendela. Tayo ternyata hanya bus kecil biasa, mengecewakan.

Aku minum kopi, tapi kenapa perlahan aku mulai mengantuk? Diluar sana ada orang-orang yang meminum kopi dengan kadar kafein sangat rendah dan bisa terjaga begitu lama. Hei, kenapa kafein membuatku mengantuk? Aku seperti dikhianati oleh teman kerjaku, teman perjuangan, dan teman.. memangnya kopi layak disebut teman setelah perbuatannya membuatku mengantuk? 

Berdiri diantara kenyataan dan fiksi

Enggak semua tulisan disini berdasar kehidupan nyataku. Tulisan yang diposting bersifat umum, siapapun bisa membacanya, dan siapapun berhak mengartikannya. Jadi, aku enggak melarang jika ada yang ingin mengaitkan tulisanku dengan realita atau fiksi. Terserah kalian, selamat menebak-nebak. 

Berdiri diantara kenyataan dan fiksi. Bisa saja itu nyata, bisa saja itu khayalan, atau malah gabungan keduanya? 

Aku tidak ambil pusing dengan tanggapan-tanggapan mengenai tulisanku atau orang-orang yang berusaha mengorek jawaban. Aku menikmati menulis disini, jadi kuharap kalian yang membacanya bisa menikmatinya juga. 

forget me not

Aku mulai membenci kota ini sebab menenggelamkanmu begitu jauh dari genggamanku. Saat aku memutuskan untuk kembali kesini, aku merasa segalanya akan baik-baik saja. Kau dengan kehidupanmu, aku dengan kehidupanku. Nyatanya tidak. Begitu aku menginjakkan kaki dan melihat jalanan kota, aku menyadari bahwa segalanya tetap sama. Jalanan siang hari padat merambat, panas, dan orang-orang itu tak lagi bisa membaca tanda maupun arah.

Segalanya tetap sama dan kenyataan itu seperti mimpi buruk yang panjang. 

Aku tidak ingin mengenangmu. Aku tidak ingin mengingatmu. Aku tidak ingin menulismu. Aku tidak ingin membaca tulisanmu. Aku tidak ingin mendengar suaramu. Aku tidak ingin melihatmu. Aku tidak ingin memikirkanmu. Aku tidak ingin mengharapkanmu. Aku tidak ingin mencintai kau lagi.

Bahkan semua itu hanya rentetan kebohongan panjang yang coba aku tanamkan untuk menggantikanmu dalam diriku. 

Menjadi Tua Itu...

Bayangkan, sekarang pukul dua dini hari dan saya masih terjaga lengkap dengan suara bising! Wah. Luar biasa. Saya mendadak keingat Eggi yang terusik dengan tetangga kosnya. Betul, saya juga merasakan yang dia rasakan. Mungkin lebih parah. Teman sekamar saya ini aduhai kalau malam. Berisik. Belakangan saya kesulitan tidur, jam tidur berantakan, kualitas tidur nihil, dan satu-satunya yang ada hanya kantung mata dan kepala pening.

Dulu, ketika saya masih muda, saya merasa bisa tidur di keadaan apapun. Bahkan suara berisik atau karaoke tetangga tak mengganggu. Tapi belakangan saya lebih sensitif. Tidak hanya indra penglihatan yang mudah silau dan pusing jika terpapar sinar matahari siang kelamaan. Tapi juga indra pendengaran! Suara berisik sekarang dapat mengganggu tidur saya.

Mengerikan.

Oh, indra pengecap juga termasuk. Waktu SD saya tukang beli pop es di depan sekolah, berlanjut hingga SMP. Tentu tidak setiap hari karena nanti saya bokek. Intinya sering beli. Cuma ketika dewasa, saya mendapati bahwa popes tidak seenak dulu. Ada rasa manis yang tertinggal di mulut dan tenggorokan. Sama halnya jika saya minum sarinutri. Dan rasa manis yang tertinggal itu membuat saya pening.

Kembali ke indra pendengaran yang menjadi sensitif dan teman sekamar yang banyak tak tahu diri. Yang aneh adalah, kalau aku melek, dia diam, anteng. Kalau aku tidur, dia jadi reog. Siapa orang yang cuci baju dini hari? Bersih-bersih dini hari? Atau dengar lagu keras? Apa dia merasa kalau aku tidur, dia bebas melakukan hal-hal lain karena aku tidur=tidak sadar=tidak tahu? Ya kan aku tetap bisa kebangun kalau berisik.

Bro, aku tidur, bukan mati.