:O

 Hai, ayo mengobrol. 

Sekarang jam enam pagi dan aku memutuskan untuk tetap membungkus diri dengan selimut, bukan sinar matahari. Ini hari minggu, kemalasan dilegalkan untuk hari ini. Jadi aku tetap membiarkan gorden tertutup dan menikmati pagi-malas-yang-dingin.

Terima kasih untuk komentar-komentar yang memberikan ucapan selamat ulang tahun kemarin. Setelah kubaca ulang postinganku, rasanya aku ingin memukul diriku ditanggal 11 Oktober itu. Ha, lihatlah orang yang terlalu emosional itu. Akal sehatku sudah kembali sekarang, jadi, maaf jika tulisan itu menciptakan ruang baru bernama "bocah problematik" di kepala kalian. Tentu saja aku akan melakukannya lagi dikemudian hari! Aku memang bisa emosional sewaktu-waktu. 

Sebenarnya semua orang memiliki sisi emosional, sisi paling jujur dan terdalam dalam diri masing-masing. Jika digali, semuanya memiliki bentuk yang sama. Kelam. 

Aku bertengkar dengan Una. Kali ini bertengkar sungguhan. Aku sudah mengutarakan isi kepalaku kepadanya dengan jujur dan memancingnya untuk berdiskusi. Kurasa ia tidak siap untuk itu. Beban emosional ketika sedang ada konflik memang berat. Jadi aku akan menunggu beberapa hari. Ini membuatku sedih karena sudah lama aku tidak memiliki teman sepertinya. 

Lalu, dalam beberapa minggu, aku akan pergi keluar kota sendirian. "Sendirian" memang bukan kata-kata yang baru untukku, jadi aku mengkhawatirkan diriku sendiri. Ini kota yang asing. Aku bahkan sangat jarang pergi keluar rumah. Aku berkata dalam hati, "anak se-nolep ini berkelahi dengan keramaian," kemudian mengacungkan jempol dan berkata, "aman, bang."

Jika Una mengetahuinya, mungkin ia akan berkata banyak hal, termasuk mengulangnya. Kalimat seperti jangan ceroboh, perhatiin kalau jalan, jangan lupa naruh barang dimana, dan hal-hal seperti itu. Sebenarnya aku lumayan ceroboh dan.. Memiliki sikap tolol yang natural. Ingat saat aku pergi sendirian ke kafe? Sebenarnya hal tololnya adalah ujung rok milikku masuk ke.. Entah aku tidak paham bagian motor. Intinya masuk dan meninggalkan bekas oli! Untung itu bisa hilang :D

Tapi, pada dasarnya aku memang terbiasa kemana-mana sendirian. Jadi wajar jika orang-orang berpikir aku bisa melakukan banyak hal seorang diri. Terima kasih karena sudah menganggapku perempuan yang memiliki kapabilitas dan kemandirian, aku akan menghormati pendapat itu dengan tidak bergantung. Aku juga akan menghormati orang-orang yang tetap berusaha tidak membiarkanku sendirian dengan belajar bergantung pada mereka. Sesuai porsi.

Aku jadi ingat peliharaan lele di rumah. Ibu memberinya makan dan mereka tumbuh besar begitu saja. Tidak perlu maintenance yang rumit, tinggal kasih makan, selesai. Mereka akan tumbuh dengan sendirinya. 

Aku akan berusaha menjadi lele. Tangguh. Akan aku patil orang-orang yang menyebalkan. 

Kalau Una membaca ini, mungkin dia akan tertawa dan bilang untuk jangan jadi sok kuat. Mau bagaimana lagi? Ini namanya teknik bertahan hidup. Ah, tapi kami sedang bertengkar dan kemungkinan besar ia tidak tahu bahwa aku menulis disini. Tapi terima kasih karena sudah menjadi teman yang baik dan berusaha menempatkan kenyamananku adalah yang paling penting. Jadi biarkan aku berusaha juga :O

:O

Ngomong-ngomong, bagaimana cara membujuk orang yang sedang marah? :O

Hai

Harusnya aku menulis ditanggal 11 kemarin tapi aku lupa. Saat itu, rencananya aku ingin menulis di warung kopi. Tapi aku menemukan sebuah buku yang menarik disana. Akhirnya aku menghabiskan beberapa jam hanya untuk membaca. Hehe

Sebenarnya ini hari ulang tahun yang sedikit.. Sedih. Keluargaku baru ingat ketika aku mengingatkannya, bahkan aku tidak menerima ucapan dari kakak-adik. Saat Ibu menyinggungnya di grup keluarga, mereka hanya menjawab 'sibuk' lalu tidak mengatakan apapun lagi. 

Aku selalu memperhatikan hari ulang tahun mereka. Mungkin rasa sedih ini hanya karena aku merasa tidak adil atau aku berharap mereka melakukan hal yang sama sepertiku. Mungkin sebenarnya hari ulang tahun bukan hari yang istimewa. Mungkin aku hanya berlebihan atas itu.

Kesampingkan itu, mari fokus pada hal baik yang terjadi. 

Zaq memberi ucapan mendekati pukul satu pagi, jika aku tidak salah ingat. Terima kasih untuk itu. Una memenuhi perkataannya. Tahun lalu aku protes padanya karena ia tidak memberi ucapan, ia menjawab, "KAMU BARU NGASIH TAHU TANGGAL ULTAHMU SEBULAN SETELAHNYA YA. Yaudah deh tahun depan kuucapin, kukadoin juga." Jadi terima kasih untuk Una karena sudah memenuhi perkataannya, memberi ucapan, juga hadiah. Aku terkesan padanya karena ia menepatinya.

Una memberiku kalung. Terakhir kali aku memakai kalung adalah saat SD, berhenti pakai karena mendadak kalung itu putus ketika aku bangun tidur. Jadi aku agak kikuk saat menerima hadiah dari Una. Tapi ini kalung yang bagus dan aku sempat meragukan diriku apa aku cocok memakai sesuatu seperti ini. 

Kata Una, ia memilih ini karena aku suka bulan dan menurutnya kupu-kupu warna birunya cantik. Ia berkata bahwa sepertinya itu akan cocok denganku. Aku mencoba memakainya dan melihat diriku di kaca. Aku merasa canggung melihat pantulanku sendiri, seakan aku terlihat terlalu sederhana untuk memakai sesuatu yang secantik ini. Tapi kalung ini adalah bentuk dari perkataan yang Una tepati, juga usahanya dalam memilih hadiah dan mengingat hal yang kusukai. Jadi aku akan menjaganya dengan baik dan berusaha percaya pada penilaian Una bahwa ini cocok untukku. 

Aku memutuskan untuk pergi ke suatu tempat, sebenarnya kemanapun itu tidak masalah asal aku dikelilingi oleh orang-orang. Aku hanya tidak ingin sendirian. Akhirnya aku pergi ke kafe, warung kopi. Ini pertama kalinya aku pergi kesini. Mereka memiliki perpustakaan kecil di lantai dua. 

Aku memesan kopi latte dan sepotong cheesecake. Tahun ini, aku merayakan ulang tahunku dengan kopi, cheesecake, dan membaca buku. Hari ulang tahun yang tenang. Aku bersyukur masih hidup dan punya kesempatan menikmati ini. 

Aku berjalan-jalan sebentar sebelum pulang dan mendapati seekor kucing duduk di atas trotoar. Aku menghampiri dan mengelusnya, lalu kembali berjalan. Ternyata ia mengikutiku sampai depan pintu. Aku tahu sebenarnya ia hanya ingin minta makan, tapi aku merasa memiliki teman. Karena sejujurnya, ketika berjalan sendirian, aku sedikit ingin menangis.

Una mengirimi kalimat yang mengatakan bahwa ia minta maaf karena tidak bisa merayakan ulang tahunku secara langsung. Ia juga mengatakan untuk jangan bersedih dan ingat saja hal yang menyenangkan. 

Aku selalu tampil sebagai pribadi yang mandiri dan bisa melakukan banyak hal seorang diri. Aku sulit terbuka dan lebih banyak membiarkan aku terlihat kuat. Di hadapan Una, itu semua hanya omong kosong. Una benar dan ia menemukan celah kecil pada dinding besar yang kubangun. Ia masuk dan berhasil menemui 'aku' 

Benar, aku sebenarnya sangat lelah. Yang membuatku frustasi adalah kenapa aku tetap tidak memiliki keinginan untuk mati. Kenapa aku sangat berusaha untuk hidup padahal aku lelah. Maka Una akan berkata aku orang yang kuat. Walaupun ia mengatakan aku bisa berdiri sendirian, ia tetap membantu untuk menopang.

Rasanya aku ingin terdiam dalam waktu yang lama. Sangat lama. Tapi aku khawatir kemampuan komunikasiku akan turun lagi. Jadi, ditengah keinginanku untuk tetap diam dalam hal apapun, aku memaksa diri sendiri untuk menulis.

Tanggal 21 Agustus kemarin bukan hari yang istimewa. Aku tidak melakukan perayaan apapun pada tanggal itu, juga bukan hari ulang tahun atau kematianku. Tapi di hari kamis yang berjalan seperti hari biasanya, aku menerima sebuket bunga. Pertama kalinya dalam hidupku, aku memegang buket bunga yang ditujukan untukku.

Itu hanya sekumpulan bunga daisy putih dan dua garbera dengan warna yang sama. Aku memandanganya dengan canggung karena ini hal diluar 'diriku yang biasanya'. Aku mengangkatnya di depan wajahku dan bisa kulihat ada tulisan disana. Aku yang menulis itu.

"then, amidst the strom, your heart blooms." 

Tulisan yang menyatakan bahwa di tengah kesulitan pun, seseorang tetap tumbuh. Aku tetap tumbuh. Aku tersenyum dan perlahan hatiku menjadi lebih hangat. Rasanya aku senang karena memutuskan membeli bunga untuk diriku sendiri. 

Aku melihat bermacam jenis bunga di katalog toko. Tapi begitu melihat daisy putih ini, aku merasa ini yang paling cocok untukku. 

Ngomong-ngomong, aku tidak menyangka buket ini akan sebesar ini. Aku sedikit kesulitan karena vas milikku lebih kecil. Akhirnya aku membaginya dalam dua wadah. Satu wadah kuletakkan di atas rak buku, satu wadah kuletakkan di meja, tepat di belakang laptopku. Benar, ketika mengerjakan sesuatu di laptop, aku bisa melihat daisy putih itu. 

Ini melegakan hatiku.




 


Aku terbangun pukul tiga pagi. Ketika melihat jam pada ponsel, mendadak aku ingin tahu suatu hal. Jika aku penasaran, biasanya aku akan berusaha untuk mendapatkan jawabannya. Tapi ketika aku mengetik, mendadak jariku berhenti. Mendadak aku merasa sepertinya lebih baik untuk tidak mengetahui apa-apa. 

Ada yang berkata bahwa ketidak tahuan adalah anugerah. Untuk sekarang, aku memilih untuk tidak mempertanyakan atau menggali terlalu dalam. Biarlah apa adanya. Biarlah segalanya tetap pada tempatnya. 

Aku menghela napas, kurasa yang paling penting disini ada kesehatan dan kewarasanku. Semoga jika saatnya tiba, aku sudah siap untuk menerima jawabannya. Entah jawaban itu datang sendiri, tidak sengaja kutemukan, atau akhirnya aku memutuskan untuk mencarinya. Saat ini, aku akan menghadapi hal yang lebih penting dulu daripada mencari hal yang kemungkinan bisa melukai diriku.

Sekali lagi, aku menghela napas. Kali ini lebih dalam. Sepertinya aku sedikit demi sedikit mulai bisa mengontrol emosi. Jika pertanyaan ini diajukan kepada diriku beberapa bulan lalu, aku saat itu pasti akan melakukan tindakan impulsif, hanya fokus pada pencarian jawaban tapi melupakan kesiapan diri dalam menerimanya. Akibatnya tentu saja mempengaruhi pikiran dan perasaan.

Ini bukan berarti aku menutup mata atau tidak peduli. Ini juga bukan berarti aku lari. Aku hanya berusaha untuk melindungi diriku sendiri sambil menunggu. Akan ada waktu yang tepat. 

Omong Kosong Pukul Dua Belas

Aku sebenarnya lumayan mengantuk, tapi rasanya ingin menulis sesuatu entah apapun itu. Seperti ada yang harus dikeluarkan dari dalam pikiran entah bentuknya seperti apa. Di titik ini, ketika jariku memencet huruf f, aku masih tidak tahu akan dibawa kemana arah tulisan ini nantinya. Mari anggap ini adalah sebuah obrolan dimana topik bisa berloncatan kemanapun yang aku kehendaki.

Ngomong-ngomong, belakangan hawanya dingin sekali, ya. Bahkan untuk orang yang lebih menyukai dingin daripada panas, aku sedikit kesulitan. Hawanya dingin, benar, tapi sekaligus kering. Baru-baru ini aku menyadari bahwa kulitku ternyata tipikal kering. Jadi ketika dihadapkan dengan cuaca yang seperti ini, jika aku tidak mengoleskan pelembab dengan baik, kulitku bisa mengelupas. Tidak perih atau sakit, hanya rasanya wajahku terasa seperti klepon yang ditaburi parutan kelapa.

Aku mematikan lagu beberapa saat lalu. Ada kalanya aku merasa begitu sepi, ada kalanya mendadak lagu yang kuputar untuk mengusir sepi berubah menjadi sesuatu yang berisik dan menganggu. Aku mematikannya. Sekarang yang terdengar di sekelilingku hanya suara hewan malam, keyboard, sesekali suara langkah kaki seseorang di luar kamar, satu dua kendaraan, dan aku bisa mendengar suara tarikan napasku yang dalam dan perlahan.

Aku membaca ulang tulisan yang baru kuketik. Aku ingat perkataan Una saat ia pertama kali membaca tulisanku. Ia tidak percaya bahwa akulah yang menulis itu. Una, setengah takjub setengah heran, bertanya apakah aku memiliki kepribadian ganda. Ia tidak menyangka bahwa anak yang ia kenal sebagai orang yang menyebalkan dan mirip om-om ini bisa menulis. Nah, aku juga tidak menyangka Una akan membaca dengan begitu serius.

Begitu aku bisa mengenal huruf dan membaca, aku menghabiskan waktuku dalam buku-buku. Ketika masih kecil, Bapak sering membawakan buku cerita anak. Memasuki masa SD, aku menjelajah perpustakaan SD, berlangganan Bobo, sesekali mengintip koran hari minggu, dan Bapak dengan senang hati mengantarkanku ke perpustakaan daerah jika ada waktu luang. Ah, ternyata aku begitu mencintai dunia ini.

Aku ingat, cerita utuh pertama yang kubikin adalah dongeng berjudul Lima Pendekar. Aku menemukan buku tulis lamaku ketika beres-beres kemarin. Aku membacanya dan merasa itu cerita yang lucu karena nama tokohnya adalah nama kucingku dan sepupuku. Pus dan Merau. 

Masa SMP kurasa yang paling berpengaruh besar disini. Aku ikut lomba class meeting kategori cerpen ketika kelas satu. Tentu saja aku kalah karena aku pun tidak tahu apa yang harus kutulis waktu itu. Aku merasa kesal dan memutuskan untuk belajar menulis agar aku bisa balas dendam tahun depan. Kebetulan saat itu aku berkenalan dengan Awal. Ia suka menulis sepertiku. Awal dulu memiliki blog dan kami bertukar cerita lewat blog. Ia menulis di blognya, aku membalasnya di blogku. Betul, blog-ku yang sekarang sudah ada sejak aku SMP. Awal memiliki pengaruh dalam prosesku menulis.

Kelas dua, aku memenangkan lomba cerpen, begitu juga saat kelas tiga. Aku lupa kapan tepatnya hubunganku menjadi buruk dengan Awal, tapi itu asal mula akhirnya aku menulis puisi. Aku ingin menulis sesuatu yang tidak dipahami orang lain dan membiarkan mereka mencari tahu isinya sendiri. Aku ingin menyampaikan sesuatu sekaligus tidak ingin mengatakannya. Puisi adalah jawaban yang kutemukan. 

Masuk SMA, aku bertemu dengan Zaq. Aku suka namanya seperti aku menyukainya, jadi aku meminjam namanya. Itu adalah saat-saat aku menulis cerita Wattpad dan cerita pendek lainnya. Inspirasiku berasal dari orang-orang sekitarku. Aku banyak menggunakan referensi karakteristik orang yang kukenal, mengubahnya menjadi tokoh fiktif bikinanku. Dari sana, aku jadi belajar mengamati dan menganalisis orang lain dan ternyata sangat berguna hingga sekarang.

Dulu aku punya prinsip yang lumayan aneh atau mungkin salah satu gaya penokohan cerita milikku. Sebisa mungkin, harus bisa, nama tokoh hanya terdiri dari satu suku kata. Itu juga yang mendasari aku menyukai nama Zaq, juga nama depannya. Nama-nama lain yang aku suka adalah Nun, Sol, Ra, dan tentu saja, Ren. Nun adalah nama teman SD-ku, Nuna. Sol dari kata solstice, titik balik matahari. Ra dari samudera. Ren.. Hanya nama yang kupungut asal saat aku harus membuat nama samaran, tapi tetap kugunakan sampai sekarang. 

Aku juga semakin aktif menulis puisi, memenangkan lomba, dan orang-orang di sekitarku sangat mendukungku. Walaupun (mungkin) tidak mengerti dengan apa yang kutulis, mereka tetap bersedia membacanya. Aku sering memberi puisi pada Zaq. Ia membacanya, entah paham atau tidak, itu tidak jadi masalah buatku. Ia juga pernah memberiku buku, walaupun aku sudah tidak ingat kenapa dulu ia memberikan itu padaku. 

Saat SMA, bahasa yang kupahami adalah tulisan. Aku meletakkan begitu banyak perasaan disana. Sebenarnya itu karena dulu aku kesulitan untuk menyampaikan dengan suara. Sekarang aku sudah lebih berani, terlalu vocal malah. Tapi tulisan sudah lama menjadi duniaku, tempat dimana aku bisa menggali diriku sendiri. Jadi aku akan selalu kembali.

Kemudian setelahnya, aku terus menulis. Mungkin tidak se-aktif dulu, tapi aku tetap menulis. Setidaknya untuk diriku sendiri. Aku juga masih suka membaca dan berlama-lama di toko buku. Aku menyukai diriku yang seperti itu.